"Sebetulnya secara umum sebagian wilayah Indonesia memang lebih banyak masuk ke kemarau saat ini. Sedangkan hujan seperti di Surabaya sifatnya lokal kayak itu bisa terjadi di beberapa wilayah," ujar Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Mulyono Rahadi Prabowo pada detikcom, Selasa (31/5/2016).
Baca juga: Wali Kota Risma Pimpin Normalisasi Saluran Air di Babadan
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seperti di Sumedang, juga hujan cukup besar meski hanya wilayah, seperti di Surabaya. Wilayah Jawa Tengah ke timur lebih banyak yang curah hujannya kecil. Namun skala lokal terjadi dinamika atmosfer, menimbulkan tumbuh awan di tempat, terjadi hujan pun sebetulnya terbatas tempat itu saja. Hujan lokal seperti itu biasanya intensitasnya malah naik meski durasinya pendek," jelas Mulyono.
Baca juga: Sempat Terendam Banjir, Jalan Sekitar Monumen Bambu Runcing Kembali Kering
Dalam kondisi intensitas hujan yang naik dengan durasi pendek itu, lanjut dia, air hujan bisa diserap tanah atau menjadi air permukaan. Nah, karena sifat hujan lokalnya dadakan, maka daya serap tanah terbatas dan air hujan cenderung dialirkan di permukaan di tempat-tempat tertentu, menjadi banjir.
"Kemungkinan di Surabaya dan sekitarnya, tidak di seluruh wilayah," imbuh Mulyono.
Apakah hujan lokal itu juga gejala awal dari fenomena La Nina yang diprediksi akan datang pada tahun ini?
"Belum. La Nina masih jauh, nanti baru bulan Juli-Agustus-September," jawabnya. (nwk/nrl)