7 Jam Diperiksa KPK, Bos Agung Sedayu Aguan Kembali Bungkam

7 Jam Diperiksa KPK, Bos Agung Sedayu Aguan Kembali Bungkam

Rini Friastuti - detikNews
Selasa, 17 Mei 2016 16:34 WIB
Aguan Usai Jalani Pemeriksaan (19/4)/ Foto: Grandyos Zafna
Jakarta - Setelah diperiksa lebih kurang 7 jam, bos Agung Sedayu Grup Sugianto Kusuma alias Aguan akhirnya meninggalkan gedung KPK. Dalam pemeriksaannya yang ketiga ini, Aguan masih bungkam mengenai keterlibatannya dalam kasus suap Raperda reklamasi tersebut.

Aguan sebelumnya tiba di KPK, Selasa (17/5/2016) sekitar pukul 09.40 WIB. Setelah diperiksa selama 7 jam, Aguan keluar dari gedung KPK. Namun dirinya masih memilih bungkam ketika dicecar seputar pertanyaan yang ditanyai penyidik terkait kasus tersebut.

Setelah sebelumnya diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa ketua komisi D DPRD DKI M Sanusi, kali ini dia diperiksa sebagai saksi untuk Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja. Ini pertama kalinya Aguan menjadi saksi untuk Ariesman.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sikap bungkam Aguan, bukan pada pemeriksaan hari ini saja. Beberapa waktu lalu saat pemeriksaan pertama, Aguan juga bungkam saat ditanya oleh para jurnalis mengenai kasusnya.

Penyidik KPK tengah mendalami proses penetapan kontribusi tambahan 15 persen yang dimintakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Raperda itu menjadi latar belakang terjadinya penyuapan dari perusahaan pengembang kepada anggota DPRD DKI M Sanusi.

KPK pun menduga adanya tarik menarik kepakatan antara perusahaan pengembang dan Pemprov DKI dalam penetapan tambahan kontribusi tersebut. Malahan ada pula dugaan adanya barter pembayaran tambahan kontribusi tersebut dengan sejumlah proyek Pemprov DKI.

"Penyidik tentu mendalami apa saja yang terkait dengan izin reklamasi," kata Plh Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati ketika dikonfirmasi.

Terkait tambahan kontribusi tersebut, Ahok telah mengakui bahwa dia menggunakan 'perjanjian preman' untuk mengakomodasi hal tersebut. Padahal pasal mengenai kontribusi tambahan seharusnya dimasukkan dalam raperda yang belum juga disahkan oleh DPRD DKI.

"Kalau perjanjian itu kan kamu suka sama suka, berarti kuat dong. Kerja sama bisnis kok. Ya kalau enggak ada perjanjian kan enggak kuat. Makanya sebelum saya tetapkan itu, saya ikat dulu pakai perjanjian kerja sama," ucap Ahok beberapa waktu lalu.

Perjanjian yang disebut Ahok sebagai 'perjanjian preman' itu dibikin melalui rapat dengan pihak pengembang yaitu PT Agung Podomoro Land tanggal 18 Maret 2014. Saat itu Ariesman juga hadir dalam rapat tersebut.

Ahok menganalogikan Pemprov DKI sebagai preman resmi yang memiliki kewenangan untuk menarik kontribusi tambahan kepada pengembang reklamasi. Hanya saja, dasar hukum untuk menarik kontribusi tambahan itu berada di dalam raperda yang belum disahkan sehingga dia menggunakan 'perjanjian preman' tersebut.

Sejurus kemudian, Ahok mengakui bahwa PT Agung Podomoro Land telah membayar kontribusi tambahan tersebut dengan dasar 'perjanjian preman' itu. Namun PT Agung Podomoro Land disebut Ahok baru membayar sekitar Rp 200 miliar.

"Sekarang pertanyaannya, Podomoro sudah serahkan berapa? Dia baru serahkan ke kita Rp 200-an miliar dari (kewajiban atas proyek) yang sudah dikerjakan" kata Ahok, Kamis, 12 Mei 2016.

Kontribusi tambahan itu disebut Ahok sebagai syarat agar pengembang mendapatkan izin untuk melakukan reklamasi. Padahal sejauh ini, raperda yang seharusnya menjadi landasan reklamasi masih mandek di DPRD DKI karena berbau rasuah dan tengah diusut KPK.

(rii/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads