"Kita sudah punya desainnya. Kita tinggal bangun, tinggal kita pikir mau pakai kewajiban pengembang lewat KLB (Koefisien Lantai Bangunan) atau APBD," kata Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Kamis (21/4/2016).
Kendala penggunaan APBD yang dimaksud Ahok yakni Peraturan Mendagri Nomor 21 Tahun 2011. Peraturan ini tak membolehkan seorang kepala daerah meneken proyek tahun jamak (multiyears) melampaui masa jabatannya. Ahok sendiri akan mengakhiri masa jabatanya pada 2017 nanti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(Baca juga: Kemendagri Kaji Permendagri yang Disebut Ahok Membuat Ide Bodoh)
Maka opsi kedua adalah memakai uang pembayaran menaikkan Koefisien Luas Bangunan (KLB) dari perusahaan-perusahaan. Dengan duit itu, Pemprov DKI bisa membangun rumah sakit di atas lahan sekitar 3,6 hektare itu.
"Makanya saya sedang berpikir bagaimana swasta bisa bentu atau tidak. Lagi mencari-cari KLB nih, mana lagi yang bisa kita mintain. Karena bangunnya mahal, bisa hampir Rp 1 triliun, karena ada apartemennya, ada 1.000 ranjang," tutur Ahok.
Soal polemik dugaan korupsi terkait pembelian lahan RS Sumber Waras, Ahok menilai sesungguhnya sudah tidak ada masalah lagi.
"Enggak ada masalah. Masalah bagaimana coba?" kata Ahok.
Baginya, lahan yang dibelinya beralamat di Jalan Kyai Tapa, bukan di Jalan Tomang Utara sebagaimana dipersepsikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kemudian yang menentukan alamat lahan bukanlah Pemprov DKI, apalagi Ahok, melainkan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Bila ada yang tak setuju dengan hal ini, Ahok mempersilakan pihak yang tak setuju itu untuk menggugat saja di meja hijau.
"Kamu gugat pun kalau 40 hari enggak ada bukti maka dianggap tidak ada. (Soal alamat lahan) Ada aturannya di BPN. Malah kita bisa gugat balik bahwa Anda memberikan data palsu, pidana. Nah sekarang saya tanya, ada enggak yang berani gugat Sumber Waras? Kamu coba saja gugat Sumber Waras, kita gugat balik," ujar Ahok. (dnu/bag)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini