Menteri LHK: Pengembang Reklamasi Mengaku Ambil Pasir dari Pulau Tunda

Menteri LHK: Pengembang Reklamasi Mengaku Ambil Pasir dari Pulau Tunda

Elza Astari Retaduari - detikNews
Senin, 18 Apr 2016 19:53 WIB
Menteri LHK-Komisi IV Bahas Reklamasi Teluk Jakarta (Foto: Lamhot Aritonang)
Jakarta - Reklamasi Teluk Jakarta ternyata juga sebagian masuk hingga wilayah Banten dan Jawa Barat. Dari 17 pulau buatan dalam proyek itu, sebagian pengembang mengambil atau mengeruk pasir dari wilayah luar DKI.

Hal tersebut terungkap dalam rapat kerja Komisi IV DPR dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/4/2016). Wakil Ketua Komisi IV Ibnu Multazam bertanya kepada Siti.

"Izin reklamasi itu layernya pusat atau daerah? Karena kalau reklamasi di Jakarta, pasirnya ambil di daerah lain, artinya butuh aturan yang tingkatnya nasional. Nggak mungkin dong, kalau daerah, daerahnya siapa? Kalau Jakarta saja nggak cukup," tanya Ibnu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Siti pun mengatakan bahwa pihaknya tengah meneliti izin-izin Amdal. Sebab dalam Amdal tidak menyebut bahwa urukan pasir harus diambil dari mana. Dan itu lah yang juga sedang diawasi oleh Kementerian LHK selain tentang regulasi dan persyaratan dalam aspek lingkungan hidup.

"Memang mereka reklamasi, keruk pasir dari mana?" tanya anggota Komisi IV lainnya.

"Saya sudah tanya beberapa pengembang. Mereka bilang ambil pasirnya dari Pulau Tunda. Izin reklamasi yang menyangkut di kami adalah Amdalnya. Di kami tidak ada Amdal itu. Kemungkinan ada di Amdal Pemda Banten," jawab Siti.

Pulau Tunda sendiri merupakan pulau kecil yang terletak di Laut Jawa, tepatnya di sebelah utara Teluk Banten. Pulau yang biasa dijadikan destinasi wisata itu masuk dalam wilayah Kabupaten Serang, Banten.

Memiliki luas 300 hektar, Pulau ini pada tahun 2007 memiliki penduduk hingga 3.000 orang. Pulau ini menjadi destinasi wisata karena keindahan pasir putihnya dan menjadi salah satu habitat lumba-lumba.

Komisi IV sempat mempermasalahkan mengapa Kementerian LHK diam saja jika mengetahui pasir dikeruk dari daerah Banten. Siti juga ditanya apakah pihaknya sudah pernah mengecek ke lokasi dan apakah ada dampak kerusakan lingkungannya. Kementerian LHK diminta untuk tidak tinggal diam.

"Kenapa selama ini LHK diam saja karena kita sudah kalah di pengadilan. Pengawasan dilakukan oleh yang berikan izin. Kenapa akhirnya kita sekarang turun, atas permintaan publik. Kita pakai second line enforcement karena kita kalah di pengadilan," jelas Siti.

Second line enforcement sendiri berarti penegakan-penegakan hukum lapis kedua. Dalam aspek ini, seharusnya, kata Siti, dilakukan oleh Pemda kepada pihak pengembang. Artinya bukan Kementerian LHK yang bisa bergerak pertama terkait masalah ini.

"Yang bisa kita lakukan, melihat UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 73. Dalam hal ada indikasi persoalan serius dilakukan pendalaman pengawasan untuk pertama pencemaran, kerusakan lingkungan, dan keresahan sosial masyarakat," terang dia.

"Itu yang akan kita tempuh. Dan ini satu-satunya instrumen yang bisa bekerja. Yang lain memang ngomong aja pak, tapi kalau Kementerian LHK kalau sudah bicara ini, dia nggak bisa diam aja. Karena prosedurnya diatur di pasal 73 itu," lanjut Siti.

Akibat kalah di PTUN, Siti mengaku kesulitan berkomunikasi dengan para pengembang di 17 pulau buatan itu. Namun kini, koordinasi sudah dapat dilakukan kembali dan Kementerian LHK sudah bisa memanggil para pengembang.

"Karena ada PTUN dan LHK kalah, interaksi putus. Baru sekarang kami minta, panggil satu-satu, dokumen Amdal sudah kami dapatkan Jumat kemarin. Itu sudah ada nama-nama pengembangnya, baik yang sudah selesai maupun dalam perencanaan," ujar mantan Sekjen DPD RI tersebut.

"Nggak bisa juga dihajar aja penghentian. Kita berita acara dulu, itu ada prosedurnya. Indikasi awalnya kita punya. Cek air bersih bagaimana. Tapi, kami melihat aspek lain dari regulasi penunjangnya dari seluruh perizinan," tambah Siti.

Dia mengaku tidak mau gegabah dalam menangani permasalahan ini. Untuk itu pihaknya tengah melakukan investigasi pendalaman dan jika memang terbukti ada pelanggaran dalam Reklamasi Teluk Jakarta, Siti bisa membekukan hingga mencabut total pelaksanaan proyek melalui Keputusan Menteri.

"Sebelum beradu di Judicial apakah di MA atau mana kita melengkapi saja. Karena saya cenderung untuk selesaikan ini. Yang kena salah, ya kena salah. Kalau bisa dilengkapi regulasinya ya dilengkapi," tukasnya.

Sebelumnya pemerintah melalui Menko Kemaritiman Rizal Ramli telah menyatakan menghentikan sementara proyek Reklamasi Teluk Jakarta. Hadir pula dalam pengumuman tersebut Gubernur DKI Basuki T Purnama (Ahok).


(elz/imk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads