Saat Merah Putih dan Angklung Bergema di Puncak Aconcagua

Saat Merah Putih dan Angklung Bergema di Puncak Aconcagua

Baban Gandapurnama - detikNews
Kamis, 04 Feb 2016 08:41 WIB
Foto: Dok. Mahitala Unpar
Bandung - Pancaran sumringah menghiasi wajah Fransiska Dimitri Inkiriwang dan Mathilda Dwi Lestari. Kedua mahasiswi Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung ini nampak bangga kala berpose berdiri di Aconcagua, puncak gunung tertinggi di benua Amerika. Salah satu pendaki tampil menggenggam angklung. Apa makna kehadiran alat musik tradisional khas Sunda di balik ekspedisi pendakian?

Selain Fransiska (Deedee) dan Mathilda (Hilda) yang merasakan keindahan Aconcagua berselimut salju, Indah Carolina (Caro) juga ikut menikmati suasananya. Trio perempuan tangguh tersebut merupakan tim pendaki The Women of Indonesia's Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (WISSEMU).

Baca juga: Momen Haru Saat Dua Mahasiswi Bersiap Menuju Puncak Aconcagua

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tim WISSEMU menggelorakan semangat nasionalisme setiba menjejakan kaki di puncak gunung pada ketinggian 6.962 meter di atas permukaan laut yang masuk wilayah Argentina. Mereka tiba di puncak Aconcagua pada 30 Januari 2016, sekitar pukul 17.45 waktu setempat atau Minggu 31 Januari 2016, sekitar pukul 03.45 WIB.

"Kalau yang pegang angklung itu Hilda, Deedee membawa bendera Indonesia," ucap Tim Publikasi WISSEMU Alfons Yoshio sewaktu berbincang bersama detikcom di sekretariat Mahitala, kampus Unpar, Jalan Ciumbuleuit, Kota Bandung, Rabu (3/2/2016).

Jemari tangan kanan Hilda mencengkeram alat musik berbahan bambu tersebut, Deedee membentangkan sang saka Merah Putih. Keduanya kompak berbalut jaket tebal kain kuning dalam foto tersebut.

"Kenapa angklung? Kami ingin memperlihatkan atau menggambarkan identitas diri bahwa tim ekspedisi ini dari Indonesia, khususnya Bandung, Jawa Barat," ujar Alfons.
Foto: Facebook Indonesia Seven Summits Expedition Mahitala Unpar

Alfons menambahkan, Tim WISSEMU juga bermaksud memperkenalkan angklung secara luas di mata dunia. "Angklung kan warisan budaya dunia," kata pria berkaca mata ini.

Angklung ditetapkan menjadi warisan budaya dunia oleh UNESCO di Nairobi, Kenya, pada 18 November 2010. Pengukuhan angklung ini menyusul Wayang (2008), keris (2008) dan batik (2009) yang lebih awal masuk daftar warisan budaya dunia dari Indonesia.

Manajer Pendakian WISSEMU Dias Ramadhan mengungkapkan tim pendaki memang sengaja memboyong satu angklung selama ekspedisi Seven Summits.

"Ciri khasnya begitu (menenteng angklung)," ucap Dias singkat.

"Hanya di puncak Carstensz saja tim tidak membawa angklung. Waktu itu karena faktor kurang persiapan saja," tutur Dias menambahkan.
Foto: Facebook Indonesia Seven Summits Expedition Mahitala Unpar

Sebelum menjejakan kaki di Aconcagua, ketiga mahasiswi Unpar tersebut telah mencapai puncak Carstensz Pyramid pada 13 Agustus 2014, puncak Elbrus pada 15 Mei 2015 dan Kilimanjaro pada 24 Mei 2015. Perjuangan Deedee, Hilda dan Caro menghadapi rangkaian misi Seven Summits tersisa tiga lokasi yaitu puncak Vinson Massive di Antartika, Denali Kinsley di Alaska dan Everest di Nepal.

(bbn/miq)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads