"Pemimpin saat ini harus jelas tidak bilang terima suap, tugas kita bukan memberikan bantuan sosial tapi (memberikan) keadilan sosial. Kita tidak bisa berpihak, harus Bhinneka Tunggal Ika," ujar Ahok dalam Seminar Nasional 2015 yang mengusung tema 'Melayani Dengan Revolusi Mental' di Auditorium PTIK, Jakarta Selatan, Selasa (27/10/2015).
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ahok juga menyebut seorang pemimpin harus memiliki sikap yang santun. Seolah sedang mengingatkan dirinya sendiri, dia pun berkelakar kalau saat ini tengah belajar santun.
"Ke depan pemimpin harus belajar santun, ini saya juga mau belajar santun," kelakarnya yang mengundang tawa seisi ruangan.
Selama ini Ahok kerap dikenal dengan gayanya yang ceplas-ceplos. Bahkan terkadang suka asal dalam berbicara. Sadar akan hal itu Ahok mengatakan, dirinya ingin belajar menjadi tebu.
"Saya bukan politisi yang baik. Saya kadang-kadang sudah ngomong baru mikir, itu yang masalah. Saya ingin jadi tebu karena makin ke bawah makin manis," terangnya.
"Harusnya orang makin tua makin manis ucapannya, jangan (pedas seperti) cabai. Orang harus terus menerus belajar, pemimpin masa depan yang bisa memafkan dan tidak iri hati," lanjut Ahok.
Dia juga mengatakan, untuk memimpin Ibu Kota saat ini tidak perlu lagi dengan cara marah-marah. Sebab sejak duduk di pucuk pemerintahan, dirinya bisa langsung merotasi pejabat yang kinerjanya tidak sesuai dengan target pembangunan.
"Sekarang saya enggak marah-marah lagi karena kalau dulu kan Pak Jokowi yang tanda tangan (rotasi pejabat) karena Wagub enggak punya kuasa. Sekarang jadi Gubernur saya jarang marah, tanda tangan saja langsung pecat," candanya.
"Bagi kami di DKI tugasnya harus jelas. Targetnya membuat gol. Memenuhi isi kepala, perut dan dompet. Bentuk perhatian kepada masyarakat seluruh kantor lurah, camat ada PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu)," tutup Ahok. (aws/slm)