"Dari testimoni teman-teman belum," kata Gufroni saat berbincang dengan detikcom, Rabu (7/10/2015).
Gufroni mengisahkan soal teman-teman pengguna kursi roda yang sulit mengakses kereta atau bus. Padahal mereka juga memiliki kebutuhan untuk mobilitas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
|
Bagi penyadang tunanetra juga mereka butuh guiding block atau jalur petunjuk. Namun guiding block ini belum ada di setiap stasiun yang ada di Jakarta. Jalur petunjuk ini baru bisa dilihat di halte-halte TransJ. Selain itu mereka juga butuh informasi suara agar tak nyasar.
"Fasilitas informasi suara, misalnya kalau dia naik kereta sudah sampai mana, kadang-kadang berfungsi ada suaranya tapi kadang-kadang nggak ada," ucap Gufroni.
Hal lainnya adalah soal toilet khusus penyandang disabilitas. Gufroni mengatakan ada temannya yang terpaksa tak naik angkutan umum karena takut tak bisa buang air kecil atau besar di perjalanan.
"Toilet juga perlu untuk penyandang disabilitas. Kadang ada yang malas kemana-kemana karena takut nggak bisa ke toilet," katanya.
"Soal lift juga biasanya berfungsi, tapi pernah teman saya ada yang ngalamin lifnya itu dikunci, jadi harus naik tangga dan digotong. Itu yang dikeluhkan mereka, makanya mereka masih sedikit yang gunakan transportasi umum," tambahnya.
![]() |
Dia berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan para penyandang disabilitas ini. Misalnya dengan membangun fasilitas publik yang ramah bagi penyandang disabilitas.
"Di dalam membangun fasilitas publik kereta atau TransJ dan lainnya itu ada desain universal yang bisa dimanfatakan teman penyandang disabilitas dan non disabilitas, misal orang tua, ibu hamil, orang sakit. Standar pelayanan itu ada itu yang kami harapkan bisa diterapkan," ucapnya.
"Selama ini yang menjadi kendala bagi instansi atau perusahaan yang tidak menyedia fasilitas itu tidak ada sanksi yang tegas. Artinya volunteer sukarela. Solusinya misal membangun gendung ada syarat IMB untuk akses disabilitas," harapnya. (slm/mad)