Doni mengaku sudah menjalankan usahanya selama 33 tahun. Namun baru sepuluh tahun lalu terbersit ide menggunakan SPG dalam menjual sapi. Itu pun baru pada 2012 media massa ramai mengulasnya.
Meski menggunakan SPG, Doni tetap mengutamakan kualitas sapi yang dia jual.Β "Tidak mereka (SPG) ini bukan daya tarik, tetapi kualitas dari sapi kami. Kami memberikan harga dengan pelayanan yang membuat nyaman. Sehingga itulah membuat daya tarik jadi bukan karena wanita kita juga menjaga kualitas sapi," kata Doni saat ditemui detikcom di kandang sapi miliknya di Depok, Jawa Barat, Selasa (8/9/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Menurut Doni, para SPG itu adalah karyawan dia dari unit usaha lain. Seperti bisnis properti,otomotif dan rumah pemotongan hewan (RPH). Mereka sengaja diberi kesempatan untuk mencari pengalaman di bidang lain, yakni; berjualan sapi.
"Mereka yang kerja di sini juga karyawan saya, nggak hanya perempuan tapi juga ada laki-laki, dengan mereka kerja di sini mendapatkan kesempatan untuk pengalaman di bidang usaha yang lain. Karena bidang usaha kami banyak mulai dari properti, otomotif," kata Doni.
Meski karyawan sendiri, namun ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh para SPG itu. Antara lain mengetahui tentang seluk beluk sapi.
"Ada persyaratan, minimal mereka mengetahui tentang sapi. Kalau karyawan dari RPH mereka tidak perlu lagi, tapi dari bidang otomotif mereka ada pelatihan lagi. Setiap tahun kami melakukan rolling. Kami memberikan kesempatan mereka untuk terjun di bidang ini ke depan yang mengelola bisnis ini nantinya adalah mereka," papar Doni.
![]() |
Dia mengaku tak ada perbedaan pendapatan atau keuntungan finansial dengan menggunakan SPG atau tidak dalam menjual sapi.
"Tidak ada perbedaan karena perusahaan kami ini dan wanita buka daya tarik, tetapi kualitas dari sapi itu," kata Doni.
(erd/try)