Pengamat politik Unpad Muradi berpendapat bahwa seharusnya partai yang sengaja tak mengikuti Pilkada seharusnya diberi sanksi tegas. Secara tidak langsung mereka telah mengeliminasi hak rakyat untuk memilih pemimpin bagi daerahnya.
"Sanksi tersebut mulai denda materi hingga pencabutan keikutsertaan partai bersangkutan di daerah di mana partai politik tersebut enggan mendaftarkan kandidatnya pada ajang kontestasi kepemiluan lainnya," kata Muradi dalam keterangan tertulis, Senin (10/8/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada skema ini bisa saja DKPP ikut dilibatkan untuk juga melakukan penilaian atas rekomendasi untuk pemberian sanksi pada partai politik di daerah di mana partai politiknya tidak menjalankan fungsinya," imbuh Muradi.
Untuk menjalankan skema tersebut, perlu keterlibatan Kemendagri dan Kemenkum HAM sehingga menunjukkan bahwa ada keputusan bersama. Kemudian skema yang kedua adalah KPU setempat dan Panwas serta Bawaslu melakukan penilaian dengan membentuk semacam panel ahli yang berasal dari masyarakat untuk ikut terlibat dalam menilai partai-partai politik tersebut.
"Sehingga akan didapat penilaian yang berintegritas untuk merekomendasikan pencabutan keikutsertaaan partai bersangkutan di daerah tersebut melalui KPU, Bawaslu pusat dengan pelibatan DKPP ke pemerintah," kata Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran itu.
Lebih lanjut Muradi menyatakan bahwa pola pikir parpol yang dengan sengaja mundur atau pun tak ikut di ajang Pilkada adalah pragmatisme semata. Mereka tampak dengan sengaja memanfaatkan celah UU Pilkada yang mereka susun sendiri lewat DPR.
Kesengajaan ini semakin terlihat ketika KPU memberikan perpanjangan waktu, tetapi tetap tak ada parpol atau gabungan parpol yang mendaftarkan kadernya. Tindakan politik seperti itu dinilai telah mengesampingkan demokrasi lokal demi kepentingan golongan mereka sendiri. (bag/van)