"Silakan saja dibaca putusannya soal itu (pasal penghinaan terhadap presiden)" ujar Arief saat dihubungi wartawan, Rabu (5/8/2015).
MK sendiri pernah membatalkan pasal penghinaan terhadap presiden lewat putusannya pada 2006. Pasal itu dinilai majelis hakim MK bertentangan dengan semangat demokrasi. Bahkan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyebut pencabutan pasal penghinaan presiden/wakil presiden dalam putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 karena tidak sesuai dengan peradaban demokrasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pasal itu sudah ada sebelumnya. Zaman Pak SBY sudah dimasukan di DPR. Ini dikatakan (seolah-olah) zaman Jokowi dimunculkan (pasal penghinaan Presiden). Dulu saja sudah ada enggak diributin, kok sekarang diributin," ucap Yasonna.
Hal senada juga diucapkan oleh Teten Masduki. Mantan penggiat antikorupsi melempar bola panas ke era pemerintahan sebelumnya. Padahal RUU ini diserahkan Presiden Joko Widodo ke DPR pada 5 Juni 2015 yang ditandatangani oleh Presiden.
"RUU ini sudah diajukan oleh pemerintah yang lalu, secara ini tidak banyak perubahan. Putusan MK kan 2006. Kemudian pemerintah SBY usulkan 2012, tapi tidak tuntas pembahasannya sehingga dikembalikan lagi pada pemerintah," ujar Tim Komunikasi Presiden Teten Masduki.
Pasal 263 ayat 1 RUU KUHP yang disodorkan Presiden Jokowi ke DPR berbunyi:
Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV
Ruang lingkup Penghinaan Presiden diperluas lewat RUU KUHP Pasal 264:
Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
Berdasarkan putusan MK, norma dan semangat menghidupkan lagi aturan larangan penghinaan presiden harus dihapuskan dalam setiap norma yang ada. Perintah MK ini tertuang dalam putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006. MK menyatakan pasal Penghinaan Presiden menegasi prinsip persamaan di depan hukum, mengurangi kebebasan mengekspresikan pikiran dan pendapat, kebebasan akan informasi, dan prinsip kepastian hukum.
"Sehingga dalam RUU KUHP yang merupakan upaya pembaharuan KUHPidana warisan kolonial juga harus tidak lagi memuat pasal-pasal yang isinya sama atau mirip dengan Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 KUHPidana," demikian putusan MK pada 6 Desember 2006. (rvk/asp)











































