Membaca Ulang Blue Print MA, Menyelamatkan Reformasi Indonesia

Hakim Agung 'Membonsai' KY

Membaca Ulang Blue Print MA, Menyelamatkan Reformasi Indonesia

- detikNews
Senin, 13 Apr 2015 08:42 WIB
Gayus Lumbuun (ari saputra/detikcom)
Jakarta - Cetak biru (blue print) Mahkamah Agung (MA) mengamanatkan seleksi hakim melibatkan Komisi Yudisial (KY) guna mewujudkan peradilan yang agung sesuai amanat reformasi. Belakangan, para hakim agung menggugat kewenangan KY itu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Para hakim agung yang menggugat ke MK itu adalah hakim agung Imam Soebchi, hakim agung Suhadi, hakim agung Prof Dr Abdul Manan, hakim agung Yulis dan hakim agung Burhan Dahlan. Mereka tergabung dalam Pimpinan Pusat Ikatan Hakim Indonesia (PP Ikahi)

Toh, tidak semua hakim agung setuju dengan upaya 'pembonsaian' KY itu. Hakim agung Prof Dr Gayus Lumbuun memilih berseberangan dan menyatakan gugatan ini tidak tepat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Gugatan PP Ikahi terhadap kewenangan KY merupakan upaya mundur dari Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 yang dirancang MA untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada peradilan," kata Gayus kepada wartawan, Senin (13/4/2015).

Cetak Biru MA dirancang dalam jangka waktu yang panjang, yaitu dalam waktu 25 tahun untuk mewujudkan cita-cita badan peradilan Indonesia menjadi kepercayaan dan harapan masyarakat untuk mendapatkan keadilan secara utuh. Oleh sebab itu, dokumen perencanaan itu tetap dan harus dijalankan, walaupun pimpinan lembaga MA bisa berganti.

Sebagaimana diunduh dari website MA tentang Cetak Biru MA, materi seleksi hakim tertuang dalam Bab V tentang Penguatan SDM, Sarana, dan Prasarana yang dimulai dari halaman 47. Dalam sub bab huruf 2 di halaman 51 ditegaskan yaitu:

Berkaitan dengan rekrutmen hakim, di dalam UU Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa rekutmen hakim dilaksanakan bersama dengan KY, untuk menindaklanjuti hal ini MA mempersiapkan diri dengan baik dengan membentuk Tim Bersama rekrutmen yang kredibel.

"Oleh karena itu, dengan adanya gugatan uji materi terhadap beberapa UU yang mengatur tentang melakukan proses seleksi calon hakim yang dilakukan MA bersama KY, akan merupakan langkah mundur yang dilakukan PP Ikahi yang bertentangan dengan Cetak Biru MA sebagai rancana pembaruan peradilan oleh MA," papar Gayus.

Cetak Biru MA ini mulai disusun oleh Ketua MA Bagir Manan dan dilanjutkan oleh Ketua MA Harifin Tumpa. Blue print itu ditandatangani oleh Harifin Tumpa pada tahun 2010 dengan harapan proses pembaruan yang saat ini tengah dilakukan akan dapat berjalan lebih baik lagi, lebih terstuktur, lebih terukur dan tepat sasaran. Selain itu MA berharap agar pembaruan yang tengah dan terus akan dilakukan ini mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, terutama stakeholders lembaga peradilan dan lembaga-lembaga lainnya.

Atas hal itu, maka Gayus sangat menyayangkan langkah para hakim agung yang duduk di pucuk pimpinan Ikahi mengambil langkah yang berseberangan dengan garis-garis besar kebijakan lembaga.

"Sudah selayaknya gugatan tersebut ditarik kembali untuk dipikirkan lebih mendalam, mengingat Cetak Biru MA tersebut sejalan dengan UU tentang Peradilan Umum dan UU lainnya yang mengatur tentang hal yang sama," ucap Gayus.

Harifin Tumpa sendiri menilai KY perlu dilibatkan dalam seleksi hakim tingkat pertama. Dengan catatan, hasil seleksi gabungan MA-KY harus menghasilkan hakim-hakim yang lebih baik.

"Saya kira, sepanjang tidak menimbulkan keruwetan ya sah-sah saja. Kalau makin ruwet ya sebaiknya jangan," ujar Harifin saat dihubungi akhir pekan lalu.

Pelibatan KY bukannya tanpa alasan. Berdasarkan riset Komisi Hukum Nasional (KHN), seleksi calon hakim yang dilakukan mandiri oleh MA rawan suap dan KKN. Seleksi itu setidaknya dipenuhi kecurangan sebagai berikut:

1. Panitia menyerahkan jawaban pada peserta
2. Panitia menjanjikan kelulusan dengan bayar sejumlah uang
3. Birokrasi/sistem membuka peluang untuk KKN
4. Tidak penuhi syarat fisik dan IP tapi tetap lolos (salah satunya adalah anak Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi).
7. Panitia minta uang lembur pada peserta yang lulus.
8. Saal ujian tulis, panitia hanya ngobrol di depan.
9. Yang lulus anak pejabat/hakim/titipan, kredibilitas diragukan.
10. KKN semakin transparan.

"Kalau KY nggak ikut seleksi apa kerjaan KY? KY itu kita ciptakan ya untuk mengawasi termasuk juga seleksi. Kan bagus KY ikut seleksi. Jadi MA bisa fokus urusin peradilan, tidak pusing-pusing pikirin seleksi hakim," ujar Direktur ICJR, Supriyadi.

Pernyataan keras juga dilontarkan ahli hukum tata negara, Dr Bayu Dwi Anggono. Berdasarkan Pasal 24B ayat 1 UUD 1945, KY diberikan wewenang tersebut. Pasal 24 B ayat 1 berbunyi:

Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.

"Kata 'wewenang lain' itu salah satunya menyeleksi hakim tingkat pertama yang dituangkan dalam UU," ujar Bayu yang juga pengajar Universitas Jember itu.

Hal senada juga dilontarkan oleh ahli hukum tata negara lainnya, Refly Harun. Menurut Refly, fungsi KY dalam rekrutmen calon hakim sebagai bentuk preventif untuk mencegah terjadinya praktik KKN dalam tubuh peradilan. Dengan adanya KY, maka para calon hakim akan terseleksi dengan ketat.

"Dan KY ini merupakan lembaga yang dihadirkan secara konstitusi untuk menjaga keluhuran dan martabat hakim mulai dari tingkat pertama sampai hakim agung," ucap Refly.

Lantas apa sebetulnya itikad para hakim agung itu menggugat kewenangan KY? Dalam gugatannya, mereka menyatakan keterlibatan KY telah mendegradasi peranan Ikahi di dalam menjalankan program kerjanya, menyangkut seleksi dan/atau perekrutan calon hakim sehingga menghambat jalannya proses regenerasi hakim dan promosi/mutasi dari unit pengadilan satu ke unit pengadilan yang lain.

Para hakim agung itu memberikan kuasa hukum kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) Lilik Mulyadi, hakim PTUN Jakarta Teguh Satya Bhakti dan hakim pengadilan agama Dr M Fauzan.

"Perluasan makna dengan memperluas makna pengangkatan hakim pada badan peradilan di bawah MA adalah bertentangan dengan UUD 1945 serta bertentangan dengan prinsip Lex Certa, Lex Stricta dan Lex Superior Derogat Legi Inferiori," gugat para hakim agung.

Kasus ini masih terus diadili di MK.

(asp/vid)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads