"Sejak kelas 5 SD saya sudah ngumpulin akik," terang Agus saat berbincang, Rabu (4/3/2015).
Agus mengaku koleksi awalnya pada kelas 5 SD itu sekitar tahun 1971 berasal dari pamannya. Akik pertama dia akik klawing Purbalingga. Agus bersekolah di Bandung dan kerap berlibur ke Purbalingga ke rumah kerabatnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain batu cincin, batu alam dia taruh di sejumlah lokasi, di taman, akuarium, dan juga di rak buku. Tapi soal batu akik untuk cincin memang ada pengalaman tersendiri.
"Pernah saya menemukan batu yang sudah terikat pada cincin perak dan terpendam di tanah. Itu batunya ruby merah. Ada batu-batu lainnya yang saya temukan di kaleng, entah dari mana asalnya. Saya juga punya mustika kelapa, batu yang ada di dalam kelapa, diberi tokoh desa di Pinok Aren," urai dia.
Agus mengaku dirinya bukan kolektor batu mahal. Dia hanya mengumpulkan batu yang dia sukai saja. Aneka koleksi Agus mulai dari ruby, giok Aceh, Sungai Dareh, pyrus, sulaiman, Pancawarna, dan sejumlah batu-batu lainnya.
"Saya tak pernah pakai, kalau saya pakai pas baca puisi saja, biar menjadi perhatian penonton dan menjadi branding saya dengan rambut gondrong pakai wig," canda Agus.
Agus juga menyampaikan dirinya tak pernah percaya hal-hal mistis soal batu, misal dimandikan di malam tertentu atau apa. Menurut dia, semua batu ciptaan Tuhan, dan hanya kepada Tuhan manusia berpasrah.
"Ya kalau sayang sama batu ya sayang, kadang suka dipoles-poles biar mengkilap saja, bukan buat apa-apa," terang pria berusia 55 yang juga memakai batu alam untuk sejumlah aneka tempat di rumah mulai dari wastafel hingga pot bunga.
(ndr/mad)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini