Seperti dijelaskan oleh Atase Budaya dan Pendidikan KBRI Australia, Prof. Ronny Rachman Noor dalam artikel tertulisnya yang dikirimkan ke detikcom, Jumat (10/10/2014), patung itu berpindah ke tangan NGA pada tahun 2006. Pihak NGA membelinya dari kolektor pribadi dari Swiss senilai US$ 4 juta atau sekitar Rp 49 miliar.
"Berdasarkan laporan tersebut pembelian patung ini berpotensi dapat mempertaruhkan hubungan Indonesia Australia karena patung tersebut merupakan benda purbakala Indonesia yang dilindungi," jelas dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sang Penenun
Sejak diberitakannya beberapa waktu yang lalu di The Australian koran nasional Australia, Sang Penenun (The Bronze Weaver) telah menjadi topik hangat pembicaraan dunia. Sang Penenun adalah patung perunggu seorang ibu yang sedang menyusui anaknya dengan alat tenun di pangkuannya.
Pada tahun 2006 National Gallery of Australia membeli sebuah patung perunggu yang berukuran tinggi 25,8 cm kedalaman 22,8 cm dan lebar 15,2 cm yang berasal dari Flores dan telah berumur 1400 tahun seharga US$4 juta dari seorang kolektor pribadi di Swiss. Berdasarkan laporan tersebut pembelian patung ini berpotensi dapat mempertaruhkan hubungan Indonesia Australia karena patung tersebut merupakan benda purbakala Indonesia yang dilindungi.
Siapakah Sang Penenun sebenarnya?
Berdasarkan publikasi dari Ruth Barnes dari Asmolean Museum, Oxford, UK yang diterbitkan di Oxford Asian Textile Group Newsletter No 37 Juni 2007, diperkirakan patung perunggu ini dibuat antara tahun 556-596 AD. Patung mungil ini dinilai sangat unik karena menggambarkan sejarah perkembangan teknik menenun. Tergambar secara rinci baris dan lajur benang tenun dan juga motif tenun khas Flores pada alat tenun yang ada dipangkuannya. Disamping itu, kombinasi tahun pembuatan dan juga bahan pembuatan patung ini membuat Sang Penenun semakin unik dan berharga sehingga pada tahun 2006 dinobatkan sebagai โ Master Piece of the 6th Century of Indonesia Sculptureโ oleh National Gallery of Australia.
Keberadaan Sang Penenun sebenarnya sudah dikenal lebih dari 30 tahun yang lalu berdasarkan publikasi dari Marie Jeane (Monnie) Adams di Asian Perspective (volume 22 tahun 1977) akan tetapi baru diterbitkan pada tahun 1979. Pada saat itu Monnie berpendapat bahwa Sang Penenun adalah milik salah satu suku di Flores dan memiliki kesamaan dengan karakteristik ukiran kayu yang merupakan bagian dari budaya asli Indonesia yang tidak tersentuh oleh budaya India.
Pada tahun 1977, Sang Penenun pernah difoto dalam pelukan seorang warga Larantuka Selatan. Selanjutnya pada tahun 1996 foto tersebut diterbitkan dalam sebuah buku yang berjudul Fragile Traditions, Indonesian Art in Jeopardy, karya Paul Michael Taylor, yang sekarang adalah Direktur the Smithsonianโs Asian Cultural History Program.
Dari lokasi yang ditunjukkan oleh Monnie di artikelnya selanjutnya pada tahun 1982 Ruth Barnes melakukan penelitiannya di Flores Timur, Solor dan Lembata. Pada saat melakukan penelitian lapang Ruth Barnes menemukan fakta bahwa Sang penenun menghilang dari desa tempat asalnya dan sudah berada di pasar antik internasional. Rumor tentang lenyapnya sang Penenun sebenarnya telah beredar di Jakarta pada tahun 1982. Beberapa saat kemudian, tepatnya tahun 1984, Sang Penenun berada di Laboratory of Archaeology and the History of Art, Oxford Research Laboratory untuk ditentukan tanggal pembuatannya.
Sang Penenun walaupun memiliki ukuran yang relatif kecil, akan mengundang decak kagum bagi orang yang melihatkan karena akan membawa angan kita kembali ke kehidupan pada abad ke 6. Sang bayi yang tidak diketahui jenis kelaminnya ini tengah menyusu pada ibunya sambil memegang baju ibunya. Celana yang dipakai oleh Sang Penenun panjangnya hanya sedikit di bawah lutut yang merupakan ciri khas pakaian wanita di daerah terpencil di Indonesia terutama di Kalimantan. Kalung yang dipakai Sang Penenun cukup sederhana dengan anting besar dan memakai pakaian tradisional setempat.
Alat tenun sederhana yang digunakan Sang Penenun masih dapat kita jumpai di daerah terpencil di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan analisa pakar dari National Gallery of Australia tampaknya pembuat patung ini sangat mengetahui teknik menenun, sehingga alat tenun yang ada dipangkuan Sang Penenun dibuat demikian akuratnya. Fakta ini menunjukkan bahwa teknik menenun yang ada di Flores sudah ada sejak jaman perunggu. Berdasarkan detail postur tubuh patung tersebut, diduga pembuat patung ini adalah seorang laki-laki.
Kurator dari National Gallery of Australia berpendapat bahwa Sang Penenun merepresentasikan seni spesifik gender dari jaman animisme di kawasan Asia Tenggara di mana logam dan tekstil, sebagaimana aspek budaya lainnya, menggambarkan jagat raya ganda dimana nenek moyang dipercayai berpasangan. Dalam ritual yang berhubungan dengan kemakmuran dan kelangsungan hidup di tengah ketidakpastian dunia, kombinasi elemen laki-laki dan perempuan dianggap menguntungkan dan produktif .
Pada era tersebut karakteristik patung laki-laki digambarkan sebagai figur yang keras tegas dan tajam dengan warna lebih cerah cerah dan terkait dengan kegiatan di luar rumah. Hal ini sangat berbeda dengan gambaran patung perempuan yang digambarkan lebih sejuk, halus, lembut , berwarna gelap dan lebih banyak melakukan aktivitasnya di rumah . Para pakar seni visual berpendapat bahwa Sang Penenun mengambarkan teknik lebur logam yang sangat tinggi yang digambarkan dengan kelenturan dan kelembutan pakaian yang dikenakannya dan kain yang sedang ditenunnya.
Tidak bisa disangkal lagi terkadang kejujuran ilmiah baik yang diterbitkan dalam bentuk tulisan di jurnal maupun buku yang memuat benda-benda purbakala warisan bangsa dapat sangat bermanfaat sebagai bentuk konservasi informasi budaya. Di lain pihak publikasi ini apalagi mencantumkan lokasi dimana benda budaya tersebut berada dapat pula sebagai awal dari petaka karena dapat digunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab untuk mencuri dan memperdagangkannya.
Sangatlah wajar jika ada harapan Sang Penenun yang sangat unik ini dapat kembali ke pangkuan pertiwi.
*) Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Canberra, Australia
(nwk/nrl)