"Kita boleh membela partai dengan segala kepentingannya , tapi tidak boleh mengorbankan Indonesia. Partai untuk Indonesia bukan Indonesia untuk partai," kata Hasyim dalam keterangan tertulisnya, Selasa (22/7/2014).
Hasyim menceritakan perjalanan politiknya ketika mengikuti Pilpres 2014. Saat itu Hasyim yang menjadi cawapres Megawati Soekarnoputri kalah dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat itu Hasyim yang menjabat Ketum PBNU tidak berupaya menggerakan massa karena kekalahannya. Hubungan antara Hasyim dengan pemenang Pilpres tetap baik. "Tidak saya lakukan itu, karena kalau saya lakukan itu berarti saya tidak fair," sebutnya.
Hal yang sama dilakukan Hasyim ketika menjadi tim sukses cagub Jatim, Khofifah Indar Parawansa. Meski merasa ada kecurangan, namun Hasyim tetap menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi yang menguatkan kemenangan Soekarwo-Saifullah Yusuf.
"Saya juga tidak menggerakkan massa di Jatim padahal saya bisa menggerakkannya. Oleh karenanya saya sangat menghormati kearifan KH Maemun Zubair yang mengimbau agar PPP bisa menerima keputusan KPU, dan reman-reman di PAN juga ada minat demikian," sambungnya.
Hasyim menyarankan bila pihak yang kalah dapat mengajukan keberatan melalui jalur legal yakni MK, bukan dengan mengerahkan massa yang bisa memicu ketegangan di masyarakat.
"Kalau ada yang dianggap tidak benar di KPU, toh ada MK .kalau tidak puas di MK , bisa bertarung 5 tahun lagi. Saya mengimbau seluruh masyarakat bangsa untuk melihat pemilu sebagai pilihan bukan pengkristalan kelompok kepentingan," ujar Hasyim.
Hari ini KPU melanjutkan rapat pleno rekapitulasi nasional pada pukul 10.00 WIB. Hingga dini hari tadi KPU sudah menyelesaikan 28 provinsi.
Dari hasil rekapitulasi sementara, pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa memperoleh 45.550.254 suara atau 47,51 persen dan pasangan Joko Widodo-Kalla memperoleh 50.326.198 suara atau 52,49 persen.
(fdn/ndr)