Menengok Kembali Masa Lalu Monas, Misteri Lingga-Yoni dan Bung Karno

Monas 'Dimandikan'

Menengok Kembali Masa Lalu Monas, Misteri Lingga-Yoni dan Bung Karno

- detikNews
Rabu, 07 Mei 2014 10:47 WIB
Jakarta - Tugu Monas, landmark kebanggaan ibu kota Indonesia ini sedang dalam proses untuk 'dimandikan'. Menilik ke belakang sejenak, tugu ini digagas oleh Presiden RI pertama Sukarno. Tugu ini, disebutkan berbentuk lingga-yoni.

Menurut makalah "LOKASI WORKSHOP SITUS SPESIFIK ZONA PERTARUNGAN - ARENA: JAKARTA BIENNALE 2009 - Monumen Nasional" gagasan awal pembangunan Monas muncul setelah 9 tahun kemerdekaan diproklamirkan. Beberapa hari setelah HUT ke-9 RI, dibentuk Panitia Tugu Nasional yang bertugas mengusahakan berdirinya Tugu Monas. Panitia ini dipimpin Sarwoko Martokusumo, S Suhud selaku penulis, Sumali Prawirosudirdjo selaku bendahara dan dibantu oleh empat orang anggota masing-masing Supeno, K K Wiloto, E F Wenas, dan Sudiro.

Panitia itu bertugas menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pembangunan Monas, mencari biaya dari swadaya masyarakat. Setelah itu, Sukarno membentuk panitia pembangunan Monas yang dinamakan 'Tim Yuri' yang diketuai langsung olehnya.

Dalam buku 'Bung Karno Sang Arsitek' karya arsitek Yuke Ardhiati, Sukarno menggelar sebuah sayembara terbuka tentang desain sebuah tugu yang akan dibangun di Jakarta pada 17 Februari 1955. Ada 51 arsitek yang mengajukan rancangan, dan hanya satu yang dipilih, yakni karya Frederich Silaban, meski sebenarnya desainnya dinilai tak memenuhi syarat bangunan tugu.

Sayembara kembali dibuka pada 10-15 Mei 1960. Kali ini pesertanya mencapai 222 orang dengan 136 desain bangunan. Sayang, tak ada satupun yang memenuhi keinginan Sukarno. Waktu itu arsitek lulusan Technische Hogeschool―kini Institut Teknologi Bandung―itu menginginkan bangunan tugu yang mencerminkan revolusi serta kepribadian dan cita-cita rakyat Indonesia.

Tugu itu, haruslah memiliki syarat yakni bentuk tugu yang dibangun benar-benar bisa menunjukan kepribadian bangsa Indonesia, bertiga dimensi, tidak rata, tugu yang menjulang tinggi ke langit, dibuat dari beton dan besi serta batu pualam yang tahan gempa, tahan kritikan zaman sedikitnya seribu tahun serta dapat menghasilkan karya budaya yang menimbulkan semangat kepahlawanan.
"(Bangunan) yang mencerminkan hal yang bergerak, yang dinamis dalam satu bentuk daripada materi yang mati,” kata Sukarno waktu itu, seperti dikutip dalam buku Bung Karno Sang Arsitek karya Yuke Ardhiati.

Di hadapan peserta sayembara, Sukarno mengakui sulitnya mewujudkan ide itu dalam bentuk desain bangunan. Akhirnya, rancangan yang pernah diajukan Silaban diambil alih oleh Sukarno dan Raden Mas Soedarsono untuk dimodifikasi. Hasilnya, jadilah Tugu Monumen Nasional atau Monas seperti yang sekarang ini.

Tugu Monas mulai dibangun pada 17 Agustus 1961. Bangunan itu memiliki ketinggian 132 meter dengan bentuk menyerupai modifikasi artefak Lingga dan Yoni. Lingga merupakan simbol kejantanan seorang pria (phallus), dan Yoni sebagai simbol perempuan atau kesuburan.

Sukarno mendapat inspirasi tersebut dari artefak yang ada di Candi Sukuh di Karanganyar, Jawa Tengah. Dia menyebut Candi Sukuh merupakan salah satu monumen yang dibangun pada zaman Hindu. “Pada waktu itu, monumen-monumen itu pencerminan dari jiwa besar Indonesia,” ujar Sukarno dalam pidato saat peletakan batu pertama pembangunan Masjid Istiqlal, 24 Agustus 1961.

Dalam "Tugu Nasional-Laporan Pembangunan" yang diterbitkan tahun 1978, disebutkan, selain lambang kesuburan pria dan perempuan, bentuk tugu itu melambangkan alu dan cawan, alat penting yang dimiliki rakyat Indonesia, khususnya di pedesaan. Bisa pula tugu dan cawan itu perlambang negatif-positif, siang-malam, baik buruk dan dua sisi yang selalu abadi di dunia.

Arsitek Yuke Ardhiati menyebut karya-karya arsitektur Sukarno banyak menonjolkan sisi keindonesiaan. “Tentunya keindonesiaan pada zamannya,” ucapnya kepada detik beberapa waktu lalu. Di Tugu Monas, misalnya, semangat perjuangan Indonesia yang tak pernah padam dilambangkan dalam simbol api di puncaknya.

(nwk/mad)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads