"Saya tidak menyesal. Apa yang harus disesali karena semuanya sudah terjadi," kata Ahmad kepada wartawan saat menunggu sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Selasa (24/5).
Ahmad menyiapkan bom sepeda atas inisiatif sendiri. Material bom dia dapatkan dari pasar-pasar yang biasa menjual bahan-bahan kimia. Dia membeli barang-barang itu dari hasil menjual buku keliling.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tergantung siapa yang beranggapan itu susah. Kalau dibilang susah ya susah, kalau saya mudah saja," ucap Ahmad yang berbalut rompi tahanan warna jingga.
Ahmad seorang diri menghadapi sidang yang mendakwanya. Pria asal Lhoksumawe, Aceh ini mengaku sudah hidup sebatangkara saat tsunami melanda Serambi Makkah 2006 lalu. Selama di Jakarta, Ahmad selalu tinggal di masjid-masjid.
"Awal 2010 saya merantau ke Jakarta," ucapnya.
Disinggung mengenai targetnya untuk melukai polisi, Ahmad enggan menjawab. "Semuanya ada di lembaran yang saya tulis di rangkaian bom," tuturnya.
Apakah saat peledakan anda juga berniat bunuh diri dengan bom rakitan sendiri?
"Dua-duanya, melukai aparat, bunuh diri juga," kata Ahmad yang berpeci putih ini.
Bom sepeda Ahmad meledak sekitar pukul 08.00 WIB, Kamis 29 September 2010. Ledakan itu terjadi di belakang AKP Herry yang sedang mengatur lalu lintas di Jalan Raya Kalimalang.
Ahmad membawa bom dalam tasnya sembari menuntun sepeda. Dia menderita luka parah dan patah tulang. Pria berusia 40 tahun itu lalu dirawat di RS Polri Kramatjati, Jakarta Timur.
Pesan tertulis yang ditemukan darinya adalah pembalasan pada mereka yang disebutnya 'sekutu setan'. Hari ini, PN Jaktim akan membacakan vonis kepada Ahmad. Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntutnya 8 tahun penjara.
(ahy/gun)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini