Helikopter Kamov yang berpenumpang tim SAR memilih untuk melanjutkan penerbangan ke Oksibil Airport (OKL). Lokasi ditemukannya serpihan pesawat bernomor penerbangan MNA 976I OD itu tertutup awan, sehingga menyulitkan pendaratan.
"Jadi helikopter sudah berangkat ke lokasi, karena tertutup kabut, ya, sudah ke Oksibil," kata Kabag Humas Basarnas Papua, Gagah Prakoso, saat dihubungi detikcom, Selasa (4/8/2009).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oksibil merupakan salah satu distrik (setingkat kecamatan) yang menjadi ibukota Kabupaten Pegunungan Bintang (Pegubin). Pegubin terletak di daerah pegunungan tengah Papua dan berbatasan dengan Papua Nugini di sebelah timur.
Menurut Gagah, penerbangan dari dan ke Oksibil hanya bisa dilakukan pada pagi hari. Jika sudah memasuki siang, cuaca akan berubah drastis sehingga pesawat-pesawat perintis tidak akan berani terbang. Sementara akses ke Oksibil hanya bisa dijangkau melalui udara saja.
"Ya, memang begitu alamnya. Kalau kita pernah ke sana, pagi-pagi sudah siap. Sekarang siapa yang mau menembus awan? Sekarang gampangnya di Jawa di ketinggian 1.000 meter saja sudah kabut. Di Papua, ketinggiannya bisa tiga kali lipat," jelas Gagah.
Bandara OKL sendiri baru bisa didarati pesawat terbatas, meski sudah ada kemajuan di pembangunan bandara tersebut di sana-sini. Pesawat yang beroperasi ke Oksibil di antaranya pesawat jenis DAS7, Trigana, dan Merpati.
Selain itu, ada pula pesawat-pesawat misionaris seperti Maf, Ama, Yajasi, Advent dan pesawat lainnya seperti Premi Air, Susi Air, Casa TNI AU, dan Skaitrek (Polri).
Dibangun pada 1958, konstruksi landasan pacu bandara itu adalah tanah berumput dengan panjang 700 meter dan hanya bisa didarati pesawat Cessna. 61 Tahun kemudian, runaway bandara tersebut diperpanjang jadi 900 meter, sehingga pesawat jenis Twin Otter dapat mendarat.
Tahun ini, bandara tersebut ditargetken bisa didarati pesawat jenis Fokker- 27 (F-27). "Bandaranya cukup sibuk juga, tapi, ya, tidak terlalu ramai," pungkas Gagah.
(irw/nrl)