Kehilangan Daya Dorong, Pesawat Bisa Jatuh Ala Batubata

Prof. Van Tooren, TU Delft

Kehilangan Daya Dorong, Pesawat Bisa Jatuh Ala Batubata

- detikNews
Jumat, 27 Feb 2009 16:25 WIB
Delft - Boeing 737-800 milik Turkish Airlines jatuh ala batubata diduga akibat kehilangan daya dorong. Indikasinya, tidak ada jejak luncur di area pertanian lokasi kecelakaan dekat Bandara Schiphol.

Sebab-sebab eksak kecelakaan masih menunggu hasil penyelidikan resmi, namun analisa mengapa pesawat gres keluaran 2002 itu jatuh menjelang landing sudah berseliweran.

Salah satunya datang dari Prof. Michel van Tooren dari University of Technology Delft.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini merupakan ciri kecelakaan sangat khusus, yang dapat diperkirakan jika pesawat menjelang landing gagal mencapai landasan," ujar Prof. Van Tooren (Algemeen Dagblad, 26/2/2009).

Menurut Van Toren, pesawat kehilangan daya dorong oleh sebab-sebab yang masih harus dibuktikan dari penyelidikan, lalu kecepatannya berkurang dan akhirnya kehilangan daya angkat. "Akibat selanjutnya pesawat jatuh 'vertikal' ala batubata," terang Van Toren.

Analisis Van Toren ini bersesuaian dengan situasi dan jejak kecelakaan di area pertanian dekat landasan Polderbaan, Bandara Schiphol. Area pertanian ini baru saja dibajak sehingga tanahnya lembek berlumpur, namun tidak ada jejak-jejak luncuran pesawat yang naas. Ini menunjukkan bahwa pesawat nomor penerbangan TH1951 jatuh nggebrak dari atas, tanpa meluncur sebagaimana normal.

Hal ini juga dikuatkan dengan pernyataan Ketua KNKT-nya Belanda, Pieter van Vollenhoven. Besan Ratu Beatrix ini langsung ke lokasi kecelakaan. Setelah menyaksikan langsung, dia berpikir bahwa kemungkinan pilot berusaha mempertahankan pesawat tetap di udara. "Namun jika kehilangan daya dorong, ya akan jatuh," ujar Van Vollenhoven.

Dari pernyataan ini lalu berkembang spekulasi bahwa kemungkinan pesawat harus berputar-putar di udara menunggu arahan dari menara pengawas, terkait ramainya pesawat yang landing dan take-off. Sekadar tahu, Bandara Schiphol adalah salah satu bandara teramai di dunia.Β  Β 

Nationaal Lucht- en Ruimtevaartlaboratorium (Laboratorium Dirgantara Nasional) juga mengatakan bahwa kecelakaan itu menunjukkan dengan jelas terkait undershoot, yakni situasi di mana pesawat berada pada ketinggian tidak tepat menjelang mendarat, sehingga gagal mencapai landasan.

Situasi di lokasi: pesawat Boeing 737-800 patah menjadi tiga bagian, sayap tertekuk dan ekor tertekuk. Saksi mata melaporkan bahwa pada detik-detik akhir pesawat mencoba kembali mengangkasa, namun gagal dan bagian ekor terlanjur menyentuh tanah.

"Jika pesawat membentur tanah dengan keras, maka secara teknis badan pesawat akan melengkung hebat, lalu patah. Ini selalu terjadi di bagian depan dan belakang sayap," jelas van Tooren.

Menjadi teka-teki besar bagi Van Toren adalah bahwa pesawat masih sangat baru. "Pesawat masih baru, sehingga kecelakaan ini tidak mungkin terkait dengan fatigue (kelelahan). Kuat dugaan ada yang tidak beres dengan motornya,"

Sementara itu Benno Baksteen dari Platform Duurzame Luchtvaart mengatakan bahwa jika hal seperti ini terjadi pada saat sudah hampir mencapai landasan, maka pilot tidak punya waktu untuk bereaksi dan tidak tersedia banyak opsi. "Pilot harus menyusun rencana aksi dalam fraksi sekian detik," papar Baksteen.

Dia menduga pilot secara sadar memilih areal pertanian sebagai reaksi terakhir dalam upaya melakukan pendaratan darurat, dengan pertimbangan benturannya relatif lunak. (es/es)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads