Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) telah memberhentikan secara tidak hormat salah satu mahasiswanya, MKA yang diduga memerkosa 3 mahasiswi di kampus itu. Hanya saja, hingga saat ini MKA belum terjerat pidana.
Hingga saat ini polisi juga belum menangani kasus tersebut. Polisi beralasan hingga kini belum ada aduan dari para korban.
Sebenarnya, bisakah polisi menangani kasus itu tanpa ada laporan dari korban perkosaan?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pakar hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Abdul Jamal mengatakan kasus pemerkosaan masuk dalam delik aduan. Sebab menurut Jamal, korban punya hak untuk apakah mau meneruskan atau tidak.
"Delik aduan, karena di situ ada unsur kalau korban atau keluarganya malu nggak (mengadukan). Jadi korban punya hak dilindungi, bisa jadi korban trauma. (Korban) diberi hak privasinya, nah karena itu kemudian ditarik menjadi delik aduan," kata Jamal saat dihubungi wartawan, Jumat (7/1/2022).
Pria yang menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum UII itu menjelaskan, masuknya pemerkosaan ke delik aduan artinya polisi tidak bisa bergerak untuk memproses secara hukum.
"Polisi tidak bisa (bergerak kalau tidak ada laporan)," ujarnya.
Menurut Jamal, hal ini diatur demi kepentingan dan perlindungan kepada korban. Sebab, identitas korban justru bisa mencuat ke publik saat kasus ini dibawa ke ranah pidana.
Dia mengakui, sebenarnya proses persidangan dalam kasus-kasus asusila, termasuk perkosaan, digelar di pengadilan secara tertutup. Namun persidangan akan tetap dibuka untuk umum saat pembacaan putusan.
"Kalau sudah putusan kan nanti terbuka untuk umum," lanjutnya.
Sebelumnya, Polres Bantul menyatakan bahwa hingga kini mereka belum menangani kasus tersebut.
"Sampai saat ini belum ada laporan yang masuk Polres Bantul terkait informasi di medsos itu. Sekali lagi kami tegaskan sampai dengan saat ini belum menerima laporan apapun terkait informasi tersebut," kata Kapolres Bantul AKBP Ihsan kepada wartawan di Polres Bantul, Rabu (5/1/2022).
(ahr/mbr)