Kuasa Hukum Bibi yang Dipolisikan Keponakan di Semarang Buka Suara

Kuasa Hukum Bibi yang Dipolisikan Keponakan di Semarang Buka Suara

Angling Adhitya Purbaya - detikNews
Sabtu, 30 Okt 2021 08:40 WIB
Suasana Mapolrestabes Semarang, Rabu (13/11/2019).
Polrestabes Semarang. (Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikcom)
Semarang -

Seorang pria di Semarang bernama Tan Jefri Wan Yuarta melaporkan bibinya, Kwe Foeh Lan, ke polisi karena merasa ada keterangan palsu yang membuat ibunya kini dibui. Pihak terlapor pun memberikan keterangan soal itu.

Kuasa hukum Kwe Foeh Lan, John Richard, mengatakan awal kasus yaitu terkait tanah keluarga yang kemudian dijual oleh pihak ibu Jefri, Agnes Siane. Dalam proses penjualan rumah tersebut ternyata terdapat hal yang tidak sesuai.

"2010-2011 mendengar tanah dijual. Kwe Foeh Lan dan suami mengecek. Di lokasi itu ditempel tanah dijual, di Jalan Tumpang. Konsultasi dengan pengacara terjadi gugatan perdata," kata John saat dihubungi wartawan, Jumat (29/10/2021) malam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kasus tersebut berproses dan Agnes dibui dengan vonis dua tahun penjara terkait kasus penggelapan dan sudah inkrah. Sementara itu soal tudingan anak Agnes, Tan Jefri Wan Yuarta, yang menyebut kliennya memberi keterangan palsu, disebutnya tidak tepat.

"Itu bukan keterangan palsu karena berdasarkan keterangan logis. Ia menyebutkan bahwa tanah tersebut dikuasi bersama-sama dengan suaminya dan keluarga besar suaminya dengan menempati tanah dan bangunan yang sudah didirikan," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Ia juga menganggap keterangan Tan Jefri masih merupakan testimonium de auditu karena tidak mengalami langsung terkait pidana yang membuat Agnes dibui.

"Selain itu juga berdasar keterangan suaminya. Pada tahun 1967 tanah dan bangunan sudah ada. Sehingga keterangan sudah didirikan itu berdasar keterangan suaminya. Tan Jefri sebagai pelapor sebenarnya tidak menyaksikan langsung, mengalami langsung sidang pidana saat Kwe Foah Lan memberi keterangan yang dianggap palsu," ujarnya.

Kemudian soal berbagai bukti yang disebut sudah dikumpulkan Jefri salah satunya akta hadiah, John menyebutnya milik suami kliennya dan saat ini sedang dalam proses peninjauan kembali.

"Perlu dipahami akta hadiah ini bukan milik Jefri. Upaya hukum peninjauan kembali akta hadiah ini ditolak oleh MA. Pada saat dilaporkan ke Polrestabes Semarang sebenarnya akta hadiah ini dasar kepemilikannya masih proses diuji. Karena sudah inkrah harusnya menunggu dulu. Untuk mengklaim tanah dan bangunan sudah tidak berhak lagi," jelasnya.

Ia menyebut seharusnya beberapa upaya sudah dilakukan terkait laporan Jefri termasuk praperadilan tapi kalah. Padahal menurutnya seharusnya penyidikan dihentikan terlebih dahulu.

"Kami pernah mengajukan gelar perkara khusus ke Bareskrim menyatakan laporan itu tidak didukung bukti yang cukup. Seharusnya sudah harus dihentikan tetapi tidak. Sehingga sudah merugikan Kwe Foah Lan karena dipanggil sebagai tersangka. Maka kita ajukan proses praperadilan karena tidak masuk pada materi. Tapi kami kalah jadi perkara terus berlanjut," katanya.

"Kami berharap agar kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri jangan sampai menyatakan berkas ini lengkap karena tidak ada dasar hukum untuk melanjutkan kasus ini ke pengadilan," pungkasnya.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya...

Diberitakan sebelumnya, Tan Jefri melaporkan bibinya setelah sang ibu divonis dan dibui 2 tahun penjara. Didampingi kuasa hukumnya Michael Deo, Jefri menegaskan tidak dalam kondisi ingin balas dendam, ia menghormati proses hukum yang dijalani ibunya.

"Kami hormati putusan pengadilan. Maka kita lewat jalur hukum. Nanti diuji saja, jangan sampai ibu saya sudah dihukum tapi yang disampaikan (dalam pengadilan) palsu. Saya kecewa saja sih," kata Jefri di kantor pengacara Michael Deo, Semarang, Jumat (29/10).

Dasar Jefri menganggap bibinya memberikan keterangan palsu yaitu beberapa bukti yang ia temukan antara lain surat bangun rumah, akta hadiah, kuitansi, surat hibah dan menyadari keterangan beberapa saksi yang mengarah kepada kebohongan yang dilakukan KWL dalam memberikan keterangan di pengadilan.

"Setelah menerima bukti dari klien kami, terus kami teliti dan lengkap, ya sudah kami berani laporkan ke polisi. Ini bukan soal balas dendam, tapi kami ingin menguji kebenaran yang disampaikan (KWL). Ini bukan upaya kami mau membebaskan ibu klien kami, itu sudah biarlah terjadi sudah. Ini juga untuk pembelajaran warga lain untuk tidak main-main dalam hukum dan persidangan," ujar Michael Deo.

Sementara itu Kasatreskrim Polrestabes Semarang AKBP Donny Lumbantoruan mengatakan sudah memproses laporan itu dan terlapor juga sempat melakukannya praperadilan di Pengadilan Negeri Semarang pada 10 September 2021 namun kalah.

"Kami tidak membeda-bedakan, semua warga sama hak hukumnya. Kami terbuka kok, tidak ada upaya kriminalisasi atau apa. Bahkan, kami pun digugat praperadilan dari pihak terlapor, kami terima. Namun hasilnya, gugatan praperadilan ditolak pengadilan, itu salah satu indikasi kami bekerja sesuai tupoksinya," kata Donny.

Halaman 2 dari 2
(alg/sip)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads