Komando Nasional (Konas) Resimen Mahasiswa (Menwa) Indonesia menampik jika pendidikan dasar (diksar) identik dengan kekerasan fisik. Bahkan, jika ada kejadian tersebut apalagi sampai ada korban meninggal, maka kegiatan itu dianggap telah gagal.
"Sudah tidak ada (kekerasan fisik). Bahkan, di TNI, Polri sudah zero accident. Sudah ada peraturan bahwa setiap pendidikan harus zero accident," kata Kepala Staf Konas Menwa Indonesia M Arwani Denny usai bertemu dengan Kapolresta Solo Kombes Ade Safri Simanjuntak di Mapolresta Solo, Kamis (28/10/2021).
"Bahkan, pendidikan apa pun ketika ada korban itu dianggap gagal. Ini kita sudah mengikut ke arah sana," lanjutnya.
Denny menambahkan, sebagaimana diatur di dalam UU 23/2019 tentang PSDM untuk Bela Negara, Menwa merupakan komponen pendukung. Dan dia menerangkan sebagai komponen pendukung itu berarti Menwa merupakan non-kombatan.
"Non-kombatan itu maka pendidikannya harus disesuaikan dengan itu kebutuhannya. Dan, hari ini kita memang melakukan reorientasi dan reformasi pembinaan resimen mahasiswa," ucapnya.
Sebagai rujukan adalah Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni pengajaran pendidikan, penelitian pengembangan dan pengabdian masyarakat.
"Nah, pengabdian masyarakat ini kita arahkan teman-teman untuk salah satunya di bidang penanganan kebencanaan. Jadi sudah tidak military heavy lagi, angkat senjata dan sebagainya. Karena, hari ini sudah jelas, negara sudah mengatur, Menwa adalah komponen pendukung, bukan komponen cadangan. Jadi bukan kombatan," jelas Denny.
Dengan begitu, dia memaparkan, maka tidak perlu lagi ada yang namanya pegang senjata. Kemudian untuk pendidikannya harus disesuaikan dengan kebutuhan.
"Jadi tidak perlu bawa senjata dan pendidikannya harus disesuaikan dengan kebutuhan. Hari ini kebutuhan kita adalah terkait kebencanaan," tutur Denny.
Selengkapnya di halaman selanjutnya...
(rih/ams)