Tersangka mengaku sudah setahun melakukan pekerjaan tersebut. Bermodalkan dua mobil pikap dan mesin diesel, mereka membuka jasa pembuangan limbah itu.
"Sudah setahun. Ini mobil sendiri. (Wilayah kerja) di Polokarto saja," kata tersangka.
Sementara itu, Wahyu mengatakan polisi mendapati tersangka membuang limbah di anak sungai Bengawan Solo pada 10 September 2021. Mereka kedapatan membuang limbah yang ditampung dalam tandon air berkapasitas 1.000 liter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka menggunakan dua mobil pikap dilengkapi tandon yang bisa menampung 1.000 liter, kemudian disedot dengan diesel dan dibuang ke empang tanpa dilakukan pengolahan, ini menyambung ke Sungai Samin," kata Wahyu.
Wahyu juga mendorong pemerintah membangun IPAL di kawasan Polokarto untuk menyelesaikan masalah pencemaran Bengawan Solo. Sebab di kawasan tersebut memang banyak industri kecil yang memproduksi alkohol.
"Selain penegakan hukum, kita juga menyelesaikan masalah sosial di mana pabrik pengolahan alkohol ini cukup banyak. Kita juga mendorong pemda membangun IPAL di sini. Karena ditengarai cukup banyak warga bermata pencaharian perajin alkohol," katanya.
Akibat perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 104 UU RI No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan atau Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman hukuman penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 3 miliar.
Sebelumnya, untuk mengetahui pencemaran Bengawan Solo, pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) polisi menyasar ratusan industri rumahan di dua lokasi di Sukoharjo. Di antaranya 45 home industry di Polokarto dan 88 industri di Mojolaban.
Dari pemeriksaan itu diketahui industri di Mojolaban sudah mempunyai PAL sedangkan di Polokarto belum ada. Daerah yang belum memiliki IPAL membuang limbah di sembarang tempat, seperti di sungai, di sawah dan juga di area peternakan.
(rih/rih)