Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Gunungkidul menyebut peningkatan kasus harian virus Corona atau COVID-19 di wilayahnya karena munculnya 7 klaster. Untuk menekan penularan, Pemkab Gunungkidul akan membatasi kegiatan sosial di masyarakat.
"Kasus meningkat karena muncul 7 klaster dengan total 127 kasus," kata Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul Dewi Irawaty saat ditemui wartawan di Kapanewon Wonosari, Gunungkidul, Jumat (11/6/2021).
Secara rinci, Dewi menjelaskan 7 klaster itu terdiri 3 klaster di Kapanewon Playen yakni Kalurahan Dengok, pabrik tas, dan pondok pesantren. Kemudian di Kapanewon Karangmojo ada 1 klaster yakni klaster tunangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya Kapanewon Panggang ada 2 klaster yakni klaster hajatan dan klaster keluarga. Yang terakhir, di Kapanewon Tanjungsari ada 1 klaster yakni klaster rasulan.
"Kemungkinan untuk jumlah kasus dari klaster-klaster itu bisa bertambah. Karena saat ini untuk tracing masih terus berlangsung," ujarnya.
Menyoal ketersediaan tempat tidur di rumah sakit rujukan COVID-19 di Gunungkidul, dia menyebut masih tergolong aman. Sebab, dari 90 tempat tidur baru 50 persen yang terpakai. Terlebih saat ini sudah ada shelter di 18 kapanewon dan 4 rumah sakit di Gunungkidul.
Dewi menambahkan, hari ini tercatat ada 54 kasus baru Corona di Gunungkidul, dengan rincian kasus meninggal bertambah 5 orang. Lalu untuk akumulasi kasus sampai hari ini ada 3.483 kasus positif, dengan rincian ada 2.895 kasus sembuh, 424 orang masih dalam perawatan dan untuk kasus meninggal dunia dengan status positif Corona ada 164 orang.
Pemkab Akan Batasi Kegiatan Sosial di Masyarakat
Ditemui di tempat yang sama, Wakil Bupati Gunungkidul Heri Susanto menyebut hari ini pihaknya menggelar rapat koordinasi terkait munculnya 7 klaster di Gunungkidul. Hasilnya, dari koordinasi pihaknya dengan panewu (camat) dan OPD terkait, menyimpulkan untuk melarang semua kegiatan sosial masyarakat termasuk hajatan.
"Untuk kegiatan sosial tidak diizinkan, tapi itu baru wacana. Karena nanti jika kesepakatan harus wujudnya regulasi sebuah surat edaran atau surat keputusan," kata Heri.
Seperti halnya untuk pernikahan, wacananya hanya melangsungkan akad nikah di kantor urusan agama (KUA) ataupun di rumah ibadah. Namun, untuk aturan teknis lainnya masih menunggu keputusan rapat koordinasi di tingkat Pemda DIY.
Selain larangan sosial, pihaknya juga mewacanakan menunda kegiatan belajar tatap muka. Mengingat saat ini muncul beberapa klaster di Gunungkidul.
"Wacananya khusus kebijakan lokal Gunungkidul tidak mengacu zonasi. Keputusan ini diambil karena beberapa klaster, tapi masih menunggu hasil dan belum ada kepastian apakah masih aktif atau pasif," ucap Heri.
(rih/ams)