Penjual pecel lele Malioboro yang viral harganya dikeluhkan wisatawan atau 'nuthuk' harga akhirnya terungkap. Lokasi penjual itu berada di kawasan pertokoan selatan kantor DPRD DIY di Jalan Perwakilan atau sirip Malioboro, Yogyakarta.
Mantri Pamong Praja Kemantren Danurejan, Bambang Endro Wibowo, menjelaskan lokasi tempat makan yang viral itu tidak termasuk PKL. Sebab, berada di dalam pertokoan.
"Lebih tepatnya restoran. Makanya, saat ini kami masih koordinasikan dengan Dinas Pariwisata," kata Bambang Endro, dihubungi detikcom, Kamis (27/5/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bambang menjelaskan, dengan berada di persil pribadi, otomatis ancaman pencabutan izin tak bisa dilakukan. Hal tersebut menjadi ranah dari Dinas Pariwisata (Dispar) untuk melakukan pembinaan.
"Kalau restoran atau rumah makan, pembinaan di Dispar. Karena mereka termasuk penyelenggara pariwisata," jelasnya.
Ia menegaskan, untuk kategori PKL adalah pedagang yang biasanya menempati trotoar atau tanah negara. Mereka harus mengantongi izin dari kemantren atau kecamatan.
"Tapi kalau persil pribadi, perizinannya sama seperti dengan yang lain. Biasa harus menempuh perizinan OSS (One Single Submission) yang menjadi ranah pemerintah pusat," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, viral postingan wisatawan yang mengeluhkan harga pecel lele di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta.
Keluhan tersebut viral di sejumlah media sosial. Dalam video, keluhan seorang wisatawan yang mengaku harus membayar Rp 20 ribu untuk pecel lele dan Rp 7 ribu untuk nasi. Kemudian si wisatawan itu mau menambah lalapan dan sambal harus membayar Rp 10 ribu.
Paguyuban Pedagang Lesehan Malioboro (PPLM) dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Cagar Budaya turun tangan dan memastikan peristiwa itu bukan terjadi di Jalan Malioboro. Sementara itu Pemkot Yogyakarta mengancam akan memberi sanksi tegas jika penjual yang nuthuk harga itu adalah PKL yang berizin.
(rih/sip)