Mitos Pejabat di Kudus Nekat Lewat Jembatan Tanggulangin Bakal Lengser

Urban Legend

Mitos Pejabat di Kudus Nekat Lewat Jembatan Tanggulangin Bakal Lengser

Dian Utoro Aji - detikNews
Minggu, 11 Apr 2021 10:48 WIB
Bupati Kudus HM Hartopo selepas dilantik dan tiba di Pendapa Kabupaten Kudus, Jumat (9/4/2021).
HM Hartopo usai dilantik jadi Bupati Kudus dan tiba di Pendapa Kabupaten Kudus, Jumat (9/4/2021). Foto: Dian Utoro Aji/detikcom
Kudus -

Pelaksana tugas Bupati Kudus HM Hartopo tidak melintas Jembatan Tanggulangin usai dilantik menjadi Bupati Kudus. Prosesi pelantikan dilakukan di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Semarang. Lalu ada mitos seperti apa?

Pada Jumat (9/4), HM Hartopo dilantik sebagai Bupati Kudus sisa jabatan 2018-2023 menggantikan M Tamzil M Tamzil yang tersandung kasus korupsi. Prosesi pelantikan dilakukan secara langsung dan virtual.

Rombongan Hartopo dengan tamu undangan terbatas datang langsung ke Gedung Gradhika Bhakti Praja, Semarang. Sedangkan tamu undangan lainnya menyaksikan secara virtual di Pendapa Kudus.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Acara pelantikan dimulai pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB. Proses pelantikan dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan.

Selepas pelantikan, pukul 13.00 WIB rombongan bupati pulang ke Kudus. Bedanya jalur kepulangan tidak melintasi jalur Pantura Kudus-Demak. Melainkan melintas di Jalan Semarang-Purwodadi, Bulung Cangkring (Kudus)-Pendapa Kabupaten Kudus.

ADVERTISEMENT

Rombongan bupati ternyata tidak melintas Jembatan Kolonel Sunandar atau Jembatan Tanggulangin yang berada di perbatasan Kudus-Demak, Desa Jati Kulon, Kecamatan Jati.

Bupati Kudus HM Hartopo mengatakan bahwa ada mitos pejabat yang melintas di Jembatan Tanggulangin selepas pelantikan di Kudus akan lengser. Namun Hartopo tak mempercayai mitos itu, dia hanya menjalankan perintah dan saran tokoh masyarakat di Kudus.

"Ya banyak pembisik-pembisik (saran tokoh masyarakat, sesepuh) kita gini, jadi gini artinya jalan yang kita lewati selagi tidak ada permasalahan, tidak ada lagi orang maksudnya hoaks itu orang ngomong dan lain-lain, itu kita sendiri tidak masalah. Jalan Sunan Kudus contohnya, 'pak di situ kalau jam 12 malam sering ada hantu, sering ada pocong di situ', yang ngomong bukan satu dua orang saja, jenengan (anda) mesti mikir lama-lama (kelamaan)," kata Hartopo kepada wartawan selepas pelantikan di Pendapa Kabupaten Kudus, Jumat (9/4/2021).

"Sebelumnya lewat di situ berpikir tidak ada apa-apa, setelah itu (ada omongan soal kejadian) mesti jenengan mikir. Nik (kalau) saya tidak masalah. Itu kan mitos," lanjutnya.

Hartopo menyinggung M Tamzil yang melewati Jembatan Tanggulangin usai dilantik.

"Kemarin lewatnya Jepara (waktu selepas pelantikan dengan M Tamzil), ternyata Pak Tamzil tidak aman," lanjut Hartopo diikuti tawa wartawan.

Hartopo menjelaskan, bagi dirinya soal cerita pejabat yang baru dilantik lewat Tanggulangin akan lengser adalah mitos belaka. Menurutnya sebetulnya tidak berkeinginan untuk mengadakan acara sambutan selepas pelantikan di Pendapa Kabupaten Kudus. Karena baginya tugas pelaksana tugas dan bupati sama saja.

"Saya sendiri kan tidak tahu, saya sendiri kan itu mengikut. Saya ini kan diarahkan, saya sendiri diarahkan lewat ke mana sih ngikut saja. Kalau bagi saya sebenarnya kemarin tidak ada sambut-sambutan. Wong Plt (pelaksana tugas) sama bupati sama. Tidak usah ada seremonial, ya bar (selesai) dilantik kita pulang, kerja," lanjutnya.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya...

Saksikan juga 'Saat Eks Bupati Kudus Didakwa Terima Suap Rp 750 Juta dan Gratifikasi Rp 2,5 M':

[Gambas:Video 20detik]



Terpisah, pemerhati sejarah Kudus, Sancaka Dwi Supani, mengatakan tidak melintasi Jembatan Tanggulangin ada kaitannya dengan mitos yang berkembang di masyarakat. Bahwa jika ada pejabat yang melintas di Jembatan Tanggulangin nantinya akan lengser. Menurutnya itu ada kaitannya dengan rajah yang dipasang Sunan Kudus.

"Begini, itu dikaitkan dengan mitos sejarahnya dulu pada saat perebutan tahta di Kesultanan Demak, Sunan Kudus adalah senopati Demak saat itu jago muridnya yang terkenal gagah perkasa yaitu Aryo Penangsang. Tetapi punya saingan yaitu Karebet alias Joko Tingkir, supaya Joko Tingkir ini kadegdayane (kekuatannya) lemah, maka di daerah Tanggulangin dipasang suatu rajah," ujar Supani yang juga merupakan Ketua Lembaga Penjaga dan Penyelamat Karya Budaya Bangsa Kabupaten Kudus, saat dihubungi lewat sambungan telepon, Jumat (9/4).

"Rajah itu mirip rajah yang ditaruh Sunan Kudus di Menara Kudus, mirip Rajah Kalacakra," lanjutnya.

Supani mengatakan pejabat hingga penguasa yang melintas Jembatan Tanggulangin akan apes atau lengser. Kepercayaan tersebut pun menurutnya hingga kini masih diyakini oleh masyarakat di Kudus dan sekitarnya.

"Benda yang mempunyai kekuatan kalau Joko Tingkir masuk Kudus dan melewati Tanggulangin bakal apes, yang punya ilmu tinggi akan luntur. Disamping itu bagi penggede atau sentono kraton bisa turun tahta. Sehingga dipercaya mungkin sampai sekarang, siapapun (penguasa) yang melewati tanggul angin nyeberang ke Kudus bakal apes," ungkapnya.

Terpisah, Dosen Filsafat dan Budaya pada IAIN Kudus, Nur Said, menambahkan di balik sebuah mitos terdapat sebuah pesan. Pesan tersebut kata dia bisa diambil untuk pelajaran bagi kehidupan melangkah ke depan.

"Di balik sebuah kisah sejarah itu ada pesan sesungguhnya, pesan itu yang harus diambil pelajaran, bukan hasil dari sebuah proses. Orang yang terguling dari kekuasaan itu menurut hemat saya bukan karena faktor mistik, tetapi faktor kausalitas, selama jujur, dapat dipercaya, transparan dan pro rakyat. Rakyat dan wakilnya tentu akan mendukung. Meskipun lewat jalan Tanggulangin," jelas Said saat dihubungi detikcom lewat pesan singkat, Jumat (9/4).

Menurutnya, menghindari tidak melintas Jembatan Tanggulangin bagi seorang pemimpin adalah kurang bagus. Dia pun meminta seorang pemimpin harus memiliki kesadaran kritis daripada kesadaran magis.

"Menghindari Tanggulangin kalau leadership kurang bagus, ya nuwun sewu efek domino ya diturunkan, apalagi menabrak konstitusi. Sudah saatnya mendahulukan kesadaran kritis di atas kesadaran naif dari kesadaran magis. Itulah kepemimpinan warisan nabi, shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah," imbuh Said yang juga pengasuh pondok pesantren Riset Prisma Quranuna, Kudus.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads