Perwakilan buruh melakukan aksi tapa pepe meminta Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menasihati Gubernur DIY. Aksi tersebut sebagai bentuk kekecewaan buruh karena kenaikan upah minimum di DIY tidak sesuai dengan standar kebutuhan hidup layak (KHL).
Pantauan detikcom, tampak beberapa orang dengan mengenakan pakaian adat Jawa duduk bersila sembari menghadap sebuah spanduk bertuliskan 'gelar budaya topo pepe tolak upah murah 2021' di Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Tampak pula salah seorang peserta menaburkan bunga dan membakar kemenyan di atas spanduk tersebut.
Juru Bicara Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Yogyakarta, Irsyad Ade Irawan, mengatakan aksi ini melibatkan seluruh elemen serikat buruh. Di mana pihaknya meminta naiknya UMP dibarengi dengan adanya kenaikan UMK sesuai dengan KHL.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Buruh di DIY sebenarnya sudah sangat kecewa dan hampir putus asa dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah (DIY), maka kita lakukan tapa pepe agar Sultan Hamengku Buwono X bisa membantu buruh menasihati Gubernur DIY dan Presiden RI," kata Irsyad saat ditemui wartawan di Titik Nol Kilometer, Kota Yogyakarta, Senin (2/11/2020).
Tapa pepe ini, kata Irsyad, sebagai simbol protes seluruh buruh di DIY. Oleh karena itu pihaknya menyampaikan keprihatinan kepada Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X.
"Apalagi beliau sebagai pelindung dan pengayom bisa mewujudkan takhta untuk rakyat dan membawa kemakmuran dengan cara menaikkan upah dan menolak Omnibus Law di Yogyakarta," ujar Irsyad.
Pria yang juga menjabat Sekjen DPD KSPSI DIY ini melanjutkan bahwa dengan naiknya UMP harus dibarengi dengan penetapan UMK sesuai dengan KHL. Semua itu agar buruh di Yogyakarta bisa mendapat kehidupan yang lebih layak.
"Kami ingin Sultan Hamengku Buwono X menasehati Gubernur DIY agar menaikkan upah minimum sesuai dengan KHL yaitu rata-rata di atas Rp 3 juta. Kemudian yang kedua meminta kepada Hamengku Buwono X agar beliau menasehati Gubernur DIY untuk merealisasikan tekadnya memberantas ketimpangan kemiskinan, tekad seperti itu pernah disampaikan Gubernur DIY," ucapnya.
"Kedua merealisasikan upah minimum di DIY tidak menjadi yang terendah di Indonesia. Karena itu kita minta Sultan yang bertakhta agar menasihati Gubernur agar merealisasikan tekad-tekadnya," imbuh Irsyad.
Sementara itu ketika ditanya apakah tuntutan agar Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menasehati Gubernur DIY yang juga dijabat Sultan Hamengku Buwono X sebagai sebuah sindiran, Irsyad enggan menjelaskannya secara detail. Namun dia menilai meski Raja Keraton Yogyakarta dan Gubernur DIY adalah orang yang sama, keduanya memiliki tanggung jawab yang berbeda.
"Meskipun sama kan dia memiliki tanggung jawab yang beda, mungkin kalau secara kelembagaan sebagai gubernur dia memiliki keterbatasan, tetapi kemudian kalau secara Sultan pernah menguasai seluruh daerah warisan Mataram dan dia memiliki gelar yang sangat luar biasa, yaitu dia bisa menyatukan dunia dan akhirat," katanya.
"Dan sebenarnya punya kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif, dan berkaca dari situ ada juga UU Keistimewaan. Karena itu diharapkan Sultan bisa menghambat Omnibus Law dan menaikkan upah yang signifikan," imbuh Irsyad.
(rih/sip)