Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan anomali iklim La Nina mencapai puncaknya pada Desember. Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X pun meminta dinas terkait menebang pohon tua dan tinggi untuk antisipasi La Nina.
"Ya La Nina ini kan membawa angin yang besar ya, karena kita kan rata-rata angin ini dari barat lewat selatan semua," kata Sultan saat ditemui di depan Gedhong Pracimasana, Kompleks Kantor Gubernur DIY, Kecamatan Danurejan, Kota Yogyakarta, Kamis (22/10/2020).
"Dan angin di Yogya ini, di luar La Nina itu, baik dari barat daya sama dari tenggara. Karena kalau dari barat sama dari timur tidak bisa karena ada pegunungan seribu (Kabupaten Gunungkidul) sama pegunungan menoreh (Kabupaten Kulon Progo)," lanjut Sultan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ngarsa Dalem menyebut keberadaan pegunungan itu membuat angin dari fenomena La Nina tidak bisa keluar setelah masuk ke DIY. Sehingga angin itu, kata Sultan, hanya berputar di area DIY.
"Jadi relatif angin itu dari selatan, apapun yang terjadi, ya. Angin begitu bertiup masuk dari selatan ke daratan di Yogyakarta ini tidak bisa keluar, karena Menoreh, (sisi) utara ada Merapi Merbabu sama pegunungan sewu di Gunungkidul membuat angin itu muter," ujarnya.
"Angin itu muter akibatnya apa? Kalau pohon tumbang tidak sekadar pohon yang tumbang, tapi akarnya juga ikut karena muter," ucapnya.
Sehingga Sultan meminta pohon-pohon tua yang tinggi untuk ditebangi. Sehingga bisa meminimalisir pohon tumbang.
"Jadi apapun angin besar yang terjadi di Yogya. Jadi saya berharap mestinya pohon-pohon yang cukup tinggi, cukup tua ya dikontrol karena tumbangnya itu membuat akar tercerabut," terang Sultan.
Sultan lalu mencontohkan tanaman tebu di kawasan pabrik gula Madukismo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Menurutnya, jika terkena angin yang berputar pepohonan di kawasan tersebut tidak mungkin hanya rebah ke satu arah.
"Jadi angin apapun itu hati-hati, jadi kalau merasa tinggi ya otomatis ambil inisiatif untuk menebang sendiri," ujarnya.
Di lokasi yang sama, Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji mengaku telah berkoordinasi dengan OPD terkait untuk mengantisipasi La Nina di DIY. Dia berharap dampak La Nina tidak separah Badai Cempaka pada tahun 2018.
"Kita dari BPBD baik DIY dan Kabupaten, sudah menyiapkan segala kemungkinan yang terjadi. Termasuk, kalau sampai itu dampaknya ke tanaman pangan. Kalau itu dampaknya sampai ke tanaman pangan, tentu ketersediaan bahan pangan kita itu harus kita jaga," ucap Aji.
"Kita sudah koordinasi dengan Bulog, dengan Tarumartani, dengan Dinas Pertanian, serta stake holder yang lain terkait penyediaan pangan itu sudah kita siapkan. Jadi ini kita siapkan, mudah-mudahan tidak sampai seperti yang diprediksi," imbuh Aji.
Diberitakan sebelumnya, BMKG mengingatkan anomali iklim La Nina mencapai puncaknya pada Desember. Bersamaan dengan itu, puncak musim hujan di Indonesia juga diprediksi tiba pada Januari dan Februari 2021.
BMKG juga menyebut curah hujan tinggi yang terjadi di Indonesia akibat dari fenomena anomali iklim La Nina. Curah hujan diprediksi meningkat sekitar 40 persen.
"Dari catatan historis, La Nina ini di wilayah Indonesia terdampak umumnya mencapai 40 persen dari curah hujan normalnya bahkan di beberapa wilayah lebih dari 40 persen. Hal inilah yang harus diwaspadai secara dini," kata Kepala BMKG Dwi Korita Karnawati dalam video konferensi, Minggu (11/10).
Untuk diketahui, La Nina adalah peristiwa turunnya suhu air laut di Samudera Pasifik di bawah suhu rata rata sekitarnya. Dampak La Nina adalah meningkatnya curah hujan di wilayah Pasifik Ekuatorial Barat, di mana Indonesia termasuk di dalamnya.
Dwi mengatakan intensitas hujan tinggi akan terjadi di seluruh wilayah Indonesia pada September sampai November mendatang. Namun, hal itu tidak terjadi di sebagian wilayah Kalimantan dan Sumatera.