Nonton Bareng Film G30S/PKI, Masih Layakkah?

Nonton Bareng Film G30S/PKI, Masih Layakkah?

Dian Utoro Aji - detikNews
Kamis, 17 Sep 2020 15:54 WIB
Dosen Sejarah Kontemporer Unnes Tsabit Azinar Ahmad
Foto: Dosen Sejarah Kontemporer Unnes Tsabit Azinar Ahmad (Dian Utoro Aji/detikcom)
Kudus -

Film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI yang dulu kerap diputar setiap September menjadi topik perbincangan. Masih ada organisasi masyarakat yang mengagendakan menonton bersama (nobar) film era orde baru itu. Lantas apakah film masih layak ditonton?

Sejarawan Universitas Negeri Semarang (Unnes), Tsabit Azinar Ahmad tak mempermasalahkan pemutaran atau menonton film G30S/PKI. Selama tidak ada larangan hingga pembredelan dari pemerintah soal film yang biasa diputar setiap tanggal 30 September di era Orde Baru itu.

"Kalau film itu sebagai karya sastra karya seni boleh saja, selama tidak ada larangan, pemberedelan, secara hukum boleh saja. Silahkan ditonton," kata Tsabit kepada detikcom usai menghadiri kegiatan di SMAN 1 Mejobo Kudus, Kamis (17/9/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Akan tetapi jangan menjadikan film itu rujukan utama, karena bagaimana pun film itu bukan sebagai fakta sejarah. Fakta yang ada di film itu rekaan, sehingga konstruksi yang ada di film bukan menjadi fakta sejarah. Ini berlaku karya seni lainnya, novel atau lainnya. Ini menjadi tambahan wawasan, tapi tidak bisa acuan suatu permasalahan," urai Tsabit yang juga dosen Sejarah kontemporer di Unnes.

Penulis buku, Sejarah Kontroversial di Indonesia Perspektif Pendidikan itu mengatakan, pada dasarnya suatu film itu adalah rekaan. Dia pun minta materi film itu sebagai bahan kajian sekaligus untuk mengkritisi film tersebut.

ADVERTISEMENT

"Nah caranya, film itu menjadi bahan kajian, bukan hanya nonton saja tapi bagaimana nonton yang konstruktif. Namun bagaimana kita membongkar kembali film itu. Silakan kita nonton film (G30S/PKI), kita bahan fakta-fakta sejarahnya, film kita kritisi benar atau tidaknya. Sehingga kita nonton itu ya nonton yang konstruktif bukan menonton sumber yang mentah. Film itu sebagai bahan untuk membaca menelusuri lagi," ujar dia.

Menurutnya pada film itu ada ciri khas yakni drama dan ada efek tersendiri, sehingga membawa penonton larut dalam suasana yang ada di film. Kuncinya, kata dia jangan menelan mentah-mentah kisah ada di film G30S/PKI.

"Kalau kita lihat film kan ada ciri khas dramatisasi kemudian ketika ada efek, kita menjadi takut, kita menjadi marah. Film itu memang tugasnya di situ. Namun agar kita bisa kritis, kuncinya jangan menelan mentah-mentah," jelas Tsabit.

Tsabit menuturkan banyak buku yang mengulas peristiwa tahun 1965 tersebut, seperti buku Malam Bencana Tahun 1965 hingga Indonesia Arus Sejarah. Dia berharap materi film G30S/PKI menjadi kajian kritis dan juga dinikmati sebagai karya seni.

"Ke depan kita bisa nikmati karya seni, tapi dengan sikap yang kritis. Jadi film G30S menjadi film luar biasa, kemudian menjadi karya seni sebuah luar biasa, bisa mengaduk emosional kita, yang menyayat. Terpenting jangan film sebagai karya menjadi rujukan utama," terang Tsabit.

Halaman 2 dari 2
(ams/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads