Tentang Sinyal yang Didengar Warga Lereng Merapi Saat Gempa Jepara M 6,1

Tentang Sinyal yang Didengar Warga Lereng Merapi Saat Gempa Jepara M 6,1

Achmad Syauqi - detikNews
Selasa, 07 Jul 2020 14:08 WIB
Rumah panggung tempat Radio rig di Dusun Gondang, Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Klaten, Selasa (7/7/2020).
Foto: Rumah panggung tempat Radio rig di Dusun Gondang, Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Klaten, Selasa (7/7/2020). (Dok Jainu/Klaten)
Klaten -

Gempa bermagnitudo 6,1 yang berpusat di wilayah pantai Utara Jawa pagi tadi semoat membuat warga di desa kawasan puncak Gunung Merapi di Klaten berhamburan keluar rumah. Mereka waspada karena mendengar sinyal seismograf yang dipancarkan radio yang ada di tengah dusun.

"Ya, cuma radio rig yang saya pasang di pos dekat bak penampungan air di depan rumah saya. Radio kecil," ungkap Kaur Perencanaan Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Klaten, Jainu, saat dihubungi detikcom, Selasa (7/7/2020).

Jainu mengatakan selama ini yang terjadi di warganya bukan kepanikan tapi kewaspadaan. Sebab setiap ada getaran selalu bisa didengar warganya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Setiap ada getaran bisa didengar sebab radio rig itu terkoneksi dengan frekuensi seismograf BPPTKG. Alat BPPTKG di puncak gunung," sambung Jainu.

Menurut Jainu, tidak hanya getaran gempa dari gunung atau tanah di wilayah lokal, tapi juga dari gempa di wilayah jauh dari lokasi itu. Bahkan gempa dari luar Jawa juga ditangkap oleh radio tersebut.

ADVERTISEMENT

"Tidak hanya Merapi atau gempa lokal. Pernah gempa berpusat di NTB saja radio berbunyi," lanjut Jainu.

Setiap sinyal terpantau dan radio berbunyi, imbuh Jainu warga pasti keluar rumah. Warga biasanya langsung melihat ke utara ke arah puncak Gunung Merapi.

"Begitu mendengar, warga biasanya keluar rumah lalu melihat ke utara ke arah puncak. Setelah tahu bukan Merapi ya kembali lagi berkegiatan," jelas Jainu.

Lebih lanjut Jainu mengatakan radio rig itu dibuat tahun 2018 dan merupakan bantuan BPBD Klaten. Agar terdengar masyarakat maka radio itu diletakkan di atas papan panggung.

"Radio itu bantuan BPBD. Kalau membuat sendiri paling radionya Rp 1 juta ditambah kabel dan antena sekitar Rp 3 juta," terang Jainu.

Ditambahkan Jainu, sebenarnya pantauan seismograf bukan hal yang baru. Sebab selama ini frekuensinya bisa dipantau umum.

"Bisa dipantau HT. Tapi selama ini tidak semua orang punya HT sehingga saya taruh di depan rumah dan minimal satu pedukuhan bisa dengar," lanjut Jainu.

Salah seorang warga Desa Balerante lainnya, Mulyanto, mengatakan selama ini memang radio rig jadi andalan warga. Sebab sekecil apapun getaran seismograf bisa terpantau.

"Jadi sinyal kecil juga terpantau. Meskipun belum ke semua warga desa," ungkap Mulyanto kepada detikcom.

Halaman 2 dari 2
(sip/mbr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads