Pusat Studi Hukum dan Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) Yogyakarta mendesak penghentian proses pembentukan RUU HIP sekaligus dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas). RUU tersebut dinilai berpotensi menimbulkan kerancuan dan melanggar UUD 1945.
Direktur PSHK FH UII Allan Fatchan Ghani ada sejumlah catatan hukum yang dipersoalkan pihaknya dalam RUU itu. Secara umum, dia menyebut RUU HIP dibentuk untuk mengisi adanya kekosongan undang-undang yang mengatur terkait haluan ideologi Pancasila untuk menjadi pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, kata Allan, kemudian muncul permasalahan yaitu suatu norma hukum yang mengandung materi muatan Pancasila diatur lewat undang-undang.
"Hal itu tidak tepat jika undang-undang justru memuat materi muatan norma setingkat staatsfundamentalnorm, dalam hal ini memuat penjabaran nilai-nilai Pancasila. Pengaturan penjabaran nilai-nilai Pancasila lewat undang-undang berpotensi menimbulkan kerancuan dalam susunan peraturan perundang-undangan di Indonesia," kata Allan dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Rabu (24/6/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengaturan penjabaran nilai-nilai Pancasila melalui RUU HIP, menurutnya, berpotensi menimbulkan konflik antarnorma (baik yang bersifat vertikal maupun horisontal). Dia menilai hal ini karena, Pancasila memiliki kedudukan sebagai sumber segala sumber hukum negara (staatsfundamentalnorm), termasuk sumber bagi segala undang-undang yang ada.
"Implikasinya, penjabaran nilai-nilai pancasila yang diatur lewat undang-undang juga menjadi pedoman bagi pembentukan undang-undang yang lain. Permasalahan yang kemudian muncul adalah, bagaimana jika ada suatu undang-undang yang tidak sesuai dengan ketentuan penjabaran nilai-nilai pancasila yang akan diatur dalam UU HIP," jelasnya.
Tonton video 'Pasal-pasal Krusial RUU HIP yang Picu Kontroversi':
"Artinya, RUU HIP jika nantinya disahkan menjadi UU berpotensi untuk dilakukan uji konstitutionalitas dan berpotensi juga bertentangan dengan UUD," terangnya.
Mengenai tidak dicantumkannya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 yang mengatur tentang ideologi dan ajaran komunis sebagai dasar pembentukan RUU HIP, PSHK UII menegaskan bahwa hal tersebut merupakan sebuah pengabaian hukum.
"Selain karena secara formil TAP MPR tersebut masih berlaku, substansinya juga relevan untuk ditegaskan dalam RUU HIP," pungkasnya.