Balita Tsamara Diduga Bukan Digigit Kutu Kucing tapi Pinjal, Apa Bedanya?

Balita Tsamara Diduga Bukan Digigit Kutu Kucing tapi Pinjal, Apa Bedanya?

Aditya Mardiastuti - detikNews
Sabtu, 30 Mei 2020 13:47 WIB
Pinjal, Sabtu (30/5/2020).
Foto: Pinjal. (Dok Dr drh Ana Sahara MSi)
Yogyakarta -

Seorang balita di Sragen Tsamara Khumaira Mariba meninggal dunia usai jari tangannya membengkak akibat gigitan kutu kucing. Dokter dari Fakultas Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM) menduga Tsamara digigit pinjal bukan kutu kucing. Apa bedanya?

"Kutu makan jaringan, pinjal menghisap darah. Kutu ada hidup di hewan atau manusia, jadi kutu melekat erat di bulu atau rambut," kata pengajar di Departemen Parasitologi FKH UGM, Dr drh Ana Sahara MSi kepada detikcom lewat pesan singkat, Sabtu (30/5/2020).

Pengajar yang juga membidangi ektoparasit ini menuturkan kutu yang biasa ditemukan di kucing yakni Felicola subrostratus, sedangkan pinjal yang banyak ditemukan di binatang yaitu Pulex irritans L, Ctenocephalides felis (Bouche), Ctenocephalides canis (Curtis), dan Xenopsylla cheopis (Roths). Dua jenis ektoparasit ini juga berbeda siklus hidupnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kutu tidak tahan hidup di luar selama 3-5 hari, sedang pinjal menjatuhkan telurnya sehingga bisa tersebar di mana-mana tergantung (aktivitas) kucingnya," jelas Ana.

Melalui keterangan tertulis, Ana menjelaskan lebih jauh bahwa kucing dapat terifeksi (terinfestasi) oleh ektorasit berupa kutu, tungau, caplak, nyamuk, pinjal, dan beberapa jenis ektoparasit lainnya.

ADVERTISEMENT

Pada umumnya, lanjut Ana, ektoparasit tersebut merugikan karena mereka ada yang menghisap darah inangnya (hewannya) dan ada yang menggigit untuk makan jaringannya. Selain merugikan secara langsung, beberapa ektoparasit tersebut dapat menularkan beberapa agen penyakit seperti cacing, protozoa, virus dan bakteri.

Perbedaan antara ektoparasit tersebut adalah morfologi dan yang pada aracnida berkaki delapan, sedang yang termasuk insekta adalah berkaki enam (3 pasang). Di antara etroparasit tersebut juga mempunyai siklus hidup yang berbeda.

Berbagai jenis ektoparasit pada kucing banyak dilaporkan di berbagai negara, tetapi di Indonesia yang sering dilaporkan adalah infeksi/infestasi kutu, pinjal dan tungau. Masyarakat mengenal ektoparasit pada kucing adalah kutu, tapi tidak bisa membedakan antara pinjal dan kutu.

Tonton juga 'Main Korek Api, Dua Balita Tewas Terbakar di Dalam Mobil':

[Gambas:Video 20detik]

Ana menjelaskan lebih detail soal perbedaan kutu dan pinjal. Dia mengungkap, kutu merupakan serangga tak bersayap yang dapat diklasifikasikan dalam satu ordo Phthiraptera berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua kata 'Phthir' artinya kutu dan 'Aptera' artinya tidak bersayap.

Ordo ini memiliki empat subordo yang ada pada kucing subordo adalah Anoplura (kutu pengisap) dan Mallophaga (kutu penggigit). Pembagian apakah menggigit atau menghisap, dapat dilihat dari tipe mulutnya.

Kutu pada manusia tidak sama pada kutu kucing, karena mengisap darah mereka masuk kelompok anoplura.

Jenis kutu pada kucing adalah Felicola subrostratus. Kutu ini memiliki bentuk kepala segi tiga, termasuk famili Trichodectidae. Habitat kutu ini ada pada tubuh kucing, sangat spesifik menyerang kucing domestik dan kucing liar, jarang ditemui pada hewan lain.

"Kutu mengalami metamorfosis sederhana, yaitu telur, nimfa dan menjadi kutu dewasa. Kutu betina dewasa meletakkan beberapa telur," jelasnya.

Telur kutu berwarna keputihan kekuningan berbentuk lonjong dan diletakkan atau melekat pada bulu kemudian menetas dalam waktu 10-20 hari. Jika kutu jatuh dari inangnya (hewannya), mereka hanya dapat bertahan selama 3-5 hari. Kutu mencapai dewasa selama 1-2 minggu. Selain itu, kutu dewasa hanya hidup selama 2-3 minggu. Sehingga total seluruh siklus hidupnya 4-6 minggu.

Soal penularan, lanjut Ana, bisa terjadi melalui kontak langsung ketika nimfa atau yang dewasa pindah ke bulu kucing yang lain. Kutu ini bisa juga berpindah dari satu kucing ke kucing lain melalui peralatan pada saat grooming.

Kutu pada kucing, Sabtu (30/5/2020).Kutu pada kucing, Sabtu (30/5/2020). Foto: Kutu pada kucing. (Dok Dr drh Ana Sahara MSi)

Dampak kutu dewasa bagi kucing yakni menimbulkan hipersensitivitas dapat menyebabkan pruritus (rasa gatal) dan kerusakan kulit, bulu rontok, bulu kusam. Kutu ini tidak menyerang manusia. Penyebaran kutu ini dapat di temukan di seluruh dunia dengan derajat infeksi yang berbeda-beda.

Kemudian, Ana menguraikan tentang pinjal. Pinjal masuk ke dalam filum arthropoda, kelas insekta dan ordo Siphonaptera. Beberapa pinjal utama yang menimbulkan masalah di Indonesia adalah Pulex irritans L, Ctenocephalides felis (Bouche), Ctenocephalides canis (Curtis), dan Xenopsylla cheopis (Roths).

Inang pinjal antara lain tikus, kucing, anjing, kelinci dan kelelawar dan unggas tergantung pada spesiesnya. Satu jenis spesies pinjal mungkin bisa menyerang beberapa hewan dan manusia.

Secara morfologi, tubuh pinjal dewasa berbentuk pipih bilateral sehingga dapat dilihat dari samping. Bentuk tubuh yang unik ini sesuai dengan inangnya, yaitu hewan-hewan berbulu lembut. Pinjal mempunyai ukuran kecil, larvanya berbentuk cacing (vermiform) sedangkan pupanya berbentuk kepompong.

Pinjal mengalami metamorfosis sempurna. Perilaku pinjal secara umum merupakan parasit temporal, yaitu berada dalam tubuh hospes saat membutuhkan makan. Jangka hidup pinjal bervariasi, tergantung pada mereka mendapatkan makanan atau tidak.

Ana mengungkap, pinjal yang tidak mendapatkan makanan tidak dapat hidup dalam lingkungan kering. Namun pada lingkungan lembab terutama apabila ada reruntuhan/tempat persembunyian, maka pinjal dapat hidup selama berbulan-bulan.

Pinjal yang biasanya ada pada kucing dan anjing yakni Ctenocephalides felis. Spesies pinjal yang dominan menyerang anjing di Amerika Serikat, Meksiko, dan Eropa Barat adalah Ctenocephalides felis. Sementara di beberapa negara di Eropa tengah dan timur, serta Irlandia dan Argentina, spesies yang dominan adalah Ctenocephalides canis.

Ctenocephalides felis memiliki ciri yaitu ukuran tubuhnya 1-2 mm, tubuh pipih bilateral, tidak bersayap, memiliki tiga pasang tungkai dengan tungkai belakang lebih panjang, memiliki sisir pronotal serta sisir genal yang disebut genal ctenidium. Pinjal ini menghisap darah kucing, sehingga dalam tingkat parah dapat menyebabkan anemia.

Lalu apa dampaknya pada kucing?

Ana mengungkap, kucing yang hidup liar sering dijumpai di sekitar lingkungan manusia di antaranya kantin, permukiman, dan tempat pembuangan sampah. Kondisi kucing yang hidup secara bebas sekaligus kotor memudahkan berbagai jenis penyakit, di antaranya flea allergic dermatitis (FAD).

Kucing dengan FAD mengalami gatal-gatal hebat dan selanjutnya mengunyah, menjilat, atau menggaruk lokasi yang terkena dampak tanpa henti. Garukan menyebabkan rambut rontok dan dapat menyebabkan luka terbuka atau keropeng pada kulit, memungkinkan infeksi bakteri sekunder.

"Ctenocephalides felis juga berperan dalam penularan beberapa penyakit berbahaya bagi manusia dan hewan, antara lain berperan sebagai inang cacing pita, selain itu juga sebagai vektor virus dan bakteri," kata Ana.

Kemudian, dampaknya pada manusia yakni pinjal juga menyuntikkan saliva/liur saat menghisap darah sehingga mengiritasi inangnya. Reaksi hipersensitif tersebut dikenal sebagai FAD yang disebabkan oleh saliva pinjal pinjal selain menyebabkan gangguan pada kucing juga mengganggu manusia.

Pinjal dan kotorannya dianggap sebagai alergen dan meningkatkan alergenisitas pada debu rumah. Setidaknya terdapat 15 protein dari pinjal yang terbukti sebagai alergen .

Ana melanjutkan penjelasan soal pinjal pada manusia. Beberapa spesies penting ialah Pulex iritans (pinjal manusia), Xenopsylla cheopis (pinjal tikus Asia), Ctenophalides canis (pinjal anjing), dan Ctenophalides Felis (pinjal kucing).

Penyakit yang dapat ditularkan pinjal adalah pes (pes plague), murinae thypus, tularemia, dan listeriosis. Cara penularan penyakit tersebut melalui gigitan pinjal terutama oleh pinjal betina karena membutuhkan darah untuk pengembangan telur.

"Penularan terjadi jika proventicular pinjal tersumbat bakteri, misalnya yersinia pestis yang membelah diri (propagative development),jika pinjal menggigit hospes akan muntah (regursitasi) sehingga bakteri masuk ke hospes melalui luka gigitan pinjal," urainya.

Manusia sebagai inang sementara, dapat menjadi sasaran gigitan pinjal. Dari beberapa kejadian, gigitan pinjal ke manusia terjadi akibat manusia menempati rumah yang telah lama kosong, tidak terawat, dan menjadi sarang tikus/kucing/anjing beranak. Umumnya terjadi kegatalan terutama di kaki beberapa saat setelah memasuki ruang yang lama kosong, hal ini perlu dicurigai adanya pinjal.

"Selain sebagai vektor beberapa penyakit, pinjal juga berperan sebagai inang cacing pita anjing/kucing Dypilidium caninum. Umumnya telur cacing pita masuk pada pinjal pada fase larva yang mencari makan berupa bahan organik di sekitar inang.

Telur akan menetas dalam tubuh larva dan menetap sampai pinjal dewasa yang siap hinggap pad a tubuh inang yang (anjing, kucing,dll). Apabila pinjal dewasa termakan oleh inang, maka cacing otomatis masuk dalam pencernaan dan berkembang menjadi cacing dewasa. Cacing dewasa akan bertelur dan telur itu akan keluar bersama kotoran anjing/kucing.

"Hal ini merupakan salah satu pemicu kejadian kecacingan pada manusia biasanya terjadi pada anak-anak yang sering bermain dengan kucing/anjing yang tidak terjaga kebersihannya," kata Ana.

Halaman 2 dari 3
(ams/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads