Usai membatalkan rencana salat Idul Fitri berjemaah di alun-alun, Bupati Karanganyar Juliyatmono menggelar salat Id di kediamannya di Dusun Pokoh, Desa Ngijo, Kecamatan Tasikmadu. Yuli, sapaan akrabnya, bertindak sebagai imam dan khatib, dalam salat Id yang hanya diikuti oleh anak istri dan beberapa kerabat dekatnya tersebut.
"Kami ini sejak dulu belajar konsisten. Kami menyampaikan sedianya harus (salat Id) di alun-alun, namun karena surat dari Ombudsman yang sudah kita ketahui bersama, kami tetap bertindak sebagai imam dan khatib, (tapi) untuk keluarga kami di rumah," kata Yuli ditemui wartawan usai salat Id, Minggu (24/5/2020).
Meski salat Id di rumah, Yuli mengaku tetap menjalankan protokol kesehatan yang ketat. Seperti jaga jarak, wajib memakai masker, tidak bersalaman serta mempersingkat pelaksanaan salat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami juga persingkat, semoga tidak mengurangi esensi kekhusyukan dan syiar hari raya Idul Fitri di tengah pandemi COVID-19," imbuhnya.
Yuli berharap protokol kesehatan serta disiplin itu semakin dipahami warga masyarakat sebagai bagian dari menyambut era new normal. Yuli mengaku hal itulah yang ingin dia ajarkan saat memutuskan menggelar salat Id di alun-alun Karanganyar.
"Salat itu kan beda dengan di pasar ya. Jadi sebenarnya jarak sudah kita atur agar tidak berdesakan, kita siapkan masker bagi yang tidak pakai, sepulang salat akan kita bagi ramuan herbal sebagai tambahan imunitas. Ini kan bagian dari belajar new normal tadi. Namun karena ada surat dari Ombudsman, kita hormati itu," urai Yuli.
Dalam khotbahnya, Yuli mengangkat cuplikan dari kitab 'Hilyatul Auliya' wa thobaqotul ashfiya' karya Abu Nuaim Al-Ashfihani. Kitab ini disebutnya menjadi rujukan bagi imam Al Ghazali saat menyusun 'Ihya' Ulumuddin'.
Dikisahkan ada segerombolan wabah tha'un yang sedang menuju ke kota Damaskus, bertemu seorang waliyullah. Saat itu wabah diperintahkan Allah untuk mengambil seribu jiwa, namun akhirnya justru ada 50 ribu jiwa yang meninggal, karena sebagian besar mengalami kepanikan berlebihan.
"Nah ini harus diambil hikmah yang luar biasa. Siapa pun jangan sampai membawa ke alam ketakutan, panik ,cemas, khawatir karena virus ini tidak tampak. Pendekatannya harus dengan cara yang tidak tampak. Apa itu? Spiritualitas, kedekatan dengan Tuhan," papar Yuli.
Yuli juga tak setuju jika situasi pandemi Corona ini dibawa dalam bayangan yang mencekam. Menurutnya hal ini justru akan memperlemah imunitas warga sehingga rentan terhadap wabah virus Corona.
Yuli pun berpendapat negara harus hadir menggerakkan spiritualitas di era new normal agar pandemi segera berlalu.
"Oleh karenanya, saya berharap setelah Idul Fitri ini mari kita buka, ayo kita berdamai dengan COVID. Dengan syarat dekat dengan Tuhan, tetap berikhtiar protokol kesehatan, tetap beraktivitas seperti biasa jangan sampai kecemasan ini terlalu berlarut-larut. Kasihan," terang Yuli.