Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merekomendasikan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) se-Jawa. Pengamat Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Reviono, tak sependapat dengan wacana tersebut.
Dokter spesialis paru itu menilai setiap daerah memiliki karakteristik kasus COVID-19 yang berbeda. Penerapan PSBB se-Jawa dikhawatirkan tidak akan efektif.
"Kalau saya tidak setuju, karena intensitas kasus berbeda-beda tiap daerah. Yang jelas, orang luar daerah harus dibatasi, terutama yang mau ke zona hijau," kata Reviono saat dihubungi detikcom, Kamis (14/5/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menilai penetapan status kejadian luar biasa (KLB) atau tanggap darurat sudah efektif untuk daerah-daerah dengan intensitas kasus yang tidak terlalu tinggi. Namun untuk daerah yang berpotensi menjadi episentrum COVID-19, tetap disarankan PSBB.
"Seperti Solo ini intensitasnya cenderung tak ada peningkatan, cukup KLB saja. Yang kasusnya tinggi pun, kalau memang sudah menurun, bisa dilonggarkan," kata Dekan Fakultas Kedokteran UNS itu.
Mendekati Lebaran, dia juga menilai tradisi silaturahmi tetap bisa dijalankan untuk daerah-daerah hijau. Namun tentunya harus dilakukan dengan protokol kesehatan.
"Mudik dalam satu daerah juga boleh, tapi sebaiknya tetap rapid test dulu. Tapi tiap kampung tentu punya aturan masing-masing, mungkin saja pendatang, walaupun lokal, tetap tidak boleh masuk," kata Reviono.
"Kalaupun di kampung ada silaturahmi, tetap harus menerapkan protokol kesehatan. Tidak usah salaman, jaga jarak, pakai masker," tutupnya.