Yogyakarta -
Fenomena keluarnya ribuan cacing dari tanah di berbagai daerah di Jawa Tengah memunculkan beragam spekulasi. Ada yang mengaitkan fenomena tersebut dengan akan datangnya gempa bumi, perubahan lingkungan, hingga 'keracunan' disinfektan yang disemprotkan secara berlebihan ke tanah pada saat pandemi Corona.
Pakar lingkungan hidup Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Prabang Setyono, menegaskan kemunculan cacing-cacing itu bukan akibat disinfektan yang belakangan disemprotkan di berbagai sudut wilayah gegara pandemi virus Corona atau COVID-19.
"Kecuali kalau disinfektan disemprotkan di satu titik dengan jumlah besar, mungkin langsung keluar. Tapi ini kejadiannya di berbagai tempat, jadi saya kira bukan," kata Prabang kepada wartawan.
Menurutnya, cacing akan keluar dari tanah secara alami jika ada perubahan kondisi tanah secara drastis. Namun dia mengakui peristiwa kemunculan ribuan cacing di Solo kali ini berbeda dengan kondisi sebelumnya. Jumlahnya jauh lebih besar.
Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hari Nugroho menyebut fenomena ini bisa saja faktor perubahan iklim. "Ada perubahan lingkungan, sehingga terjadi migrasi besar cacing tanah tersebut. Pancaroba atau perubahan musim mungkin berpengaruh," ungkap Hari Nugroho, Minggu (19/4).
Perubahan lingkungan yang bisa jadi penyebabnya, sambung Hari, termasuk iklim sangat berpengaruh. Namun, soal perubahan apa, lebih detailnya harus diteliti lebih jauh. "Secara umum menurut saya itu (cacing muncul) merupakan respons terhadap perubahan lingkungan," kata Hari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Heboh Cacing-cacing Keluar dari Tanah, Karena Zat Disinfektan?:
Namun pakar dari
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyodorkan kemungkinan soal kaitan fenomena ini dengan gempa bumi. Ada sejumlah catatan sejarah gempa bumi yang bisa dipakai dasar.
"Isu kemunculan cacing yang dikaitkan dengan akan terjadinya gempa bukan tak berdasar. Beberapa peristiwa gempa merusak di dunia di antaranya memang diawali adanya gejala alamiah berupa kemunculan cacing tanah secara massal," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono dalam keterangannya, Minggu (19/4).
Meskipun tak membantah Daryono, Kepala Stasiun Geofisika BMKG DIY Agus Riyanto menyodorkan analisis lain terkait kemunculan cacing-cacing tersebut. Dia menduga kemunculan cacing tanah di Solo dan Klaten terjadi karena perubahan iklim yang mendadak. Apalagi kelembaban udara di Solo sekitarnya sampai Klaten pada tanggal 17 April
relative humidity (RH) rata-rata 89 persen dan pada 18 April RH rata-rata 88 persen.
"Jika tidak ada data dukung penguat lainnya, munculnya cacing secara massal ke permukaan diduga diakibatkan perubahan kondisi cuaca, iklim, dan lingkungan yang mendadak, termasuk kemungkinan terpapar bahan kimia seperti disinfektan dan lain-lain," ucap Agus.
Analisis Agus ini dikuatkan oleh pendapat Soenarwan Hery P, peneliti pada Laboratorium Sistematika Hewan Fakultas Biologi UGM. "Kalau migrasinya besar-besaran berarti ada perubahan mendadak di dalam tanah. Bisa karena panas atau banyaknya air dalam tanah tersebut," kata kepada detikcom, Senin (20/4).
Hery, yang sedang mengembangkan pupuk organik dengan cacing di Klaten, menjelaskan cacing tanah dalam hidupnya memerlukan kondisi lingkungan tertentu. Aspek kelembapan, suhu, kadar air, dan lainnya sangat diperlukan.
"Jadi memerlukan kelembapan, suhu, kadar air, dan lainnya karena bernapas melalui kulit. Kalau terlalu basah dan kering pun terganggu pengambilan oksigennya," lanjut Hery.
Apabila sebelumnya hujan terus, sambung Hery, bisa saja banyak air di dalam tanah. Cacing bisa bermigrasi sedikit ke permukaan. "Tapi jika airnya penuh akan muncul ke permukaan. Jika perubahan besar dan mendadak bisa migrasi besar," sambung Hery.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini