Rapat yang digelar Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Sabtu (18/4) malam dibubarkan. Salah seorang staf Walhi Yogyakarta, Himawan Kurniadi menceritakan kejadian tersebut.
"Pada Sabtu, 18 April 2020, sekitar pukul 19.20 WIB pertemuan evaluasi pembagian pangan dan masker bagi masyarakat rentan di kantor Walhi Yogyakarta didatangi Ketua RT, beberapa orang dari kelurahan Prenggan, Babinsa, dan Koramil Kecamatan Kotagede. Mereka meminta agar pertemuan yang dilakukan untuk dibubarkan karena bertentangan dengan Surat Edaran Walikota No: 440/820/SE/2020 Tentang Pencegahan Corona Virus Desease 2019 (COVID-19)," kata pria yang akrab disapa Adi dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Minggu (19/4/2020).
Adi menjelaskan, pertemuan itu dilakukan dengan standar pencegahan virus Corona. Dalam rapat itu, dihadiri 9 orang yang masing-masing menerapkan physical distancing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pertemuan solidaritas #rakyatbanturakyat di Kantor Walhi Yogyakarta dihadiri oleh sembilan orang dan dilakukan berdasarkan SOP pencegahan COVID-19, jaga jarak, cuci tangan, menyediakan hand sanitizer, masker dan dalam kondisi sehat," terangnya.
"Berdasarkan diskusi dengan pihak kepolisian dan lainnya, pertemuan disepakati dapat dilanjutkan. Jumlah peserta pertemuan berkurang enam orang dan harus berakhir pukul 22.00 WIB," lanjutnya.
Namun, kata Adi, sebelum pertemuan usai, mendadak ada massa yang mendatangi pertemuan itu. Mereka dengan tegas meminta agar pertemuan bisa dibubarkan.
"Sayangnya, sebelum pertemuan selesai, sekitar pukul 20.55 WIB, satu orang yang mengaku dari Polsek bersama enam orang rombongan dengan mobil Linmas dan sekitar 40-an orang yang tidak dikenal memaksa masuk ke ruang pertemuan," bebernya.
"Mereka masuk ke halaman depan dan tidak patuh dengan standar jaga jarak. Memberikan intimidasi, teriak-teriak dengan caci maki, bahkan mengajak beradu fisik. Enam peserta pertemuan tetap tenang, menjaga jarak dan memutuskan untuk meninggalkan tempat untuk menghindari tindakan kekerasan," ungkapnya.
Diwawancara terpisah, Kapolsek Kotagede Kompol Dwi Tavianto menjelaskan polisi tidak membubarkan rapat tersebut. Saat itu anggota Polsek Kotagede yang sedang rapat datang ke lokasi lantaran ada informasi ramai-ramai antar warga.
"Itu warga itu (yang membubarkan). Jadi kita tidak membubarkan. Kami menengahi, yang bertindak bukan kita," kata Dwi dihubungi wartawan, hari ini.
Dwi menegaskan bahwa kehadiran anggota polisi di kantor Walhi justru sebagai penengah. Agar tidak terjadi keributan antar warga.
"Kalau ada begitu (keributan) wajar polisi datang supaya mencegah jangan ada masalah dengan warga," katanya.
Rapat yang dilakukan itu, kata Dwi, tidak melalui izin lingkungan seperti izin ke RT setempat. Warga, kata dia, juga menyebut sebelumnya memang sering dilakukan kumpul-kumpul di lokasi. Kurangnya komunikasi itulah yang membuat warga resah terlebih di masa wabah Corona seperti ini.
"Izin dulu paling nggak. Kegiatan semacam itu harusnya Walhi introspeksi diri. Ditanyain warga juga nggak genah-genah (jelas). Ya seharusnya dia menyadari kegiatan ada COVID-19 tidak boleh ada kegiatan kumpul-kumpul," katanya.
Kabar pembubaran rapat Walhi DIY juga mendapat sorotan dari Wakil Walikota Yogyakarta, Heroe Poerwadi. Dari laporan yang dia terima aksi itu dipicu lantaran rapat itu membuat warga gusar.
"Inilah kita perlu bersama mempunyai pemahaman yang sama tentang tegaknya protokol Corona. Pada kejadian Sabtu (18/4) malam, berdasarkan laporan camat, lurah dan RT, malam itu pak RT mendatangi kantor Walhi, karena warga gusar di kantor tersebut terjadi rapat di beberapa waktu," kata Heroe kepada wartawan, siang ini.
Dia pun membuat beberapa catatan terkait rapat yang dilakukan oleh Walhi.
"Pertama, menyangkut rapat melibatkan orang luar. Saat ini semua menjaga protokol Corona yakni mengurangi pertemuan, rapat, arisan, pengajian dan kumpulan RT saja semua ditunda dan dialihkan melalui grup WA kampung," ucapnya.
Kedua, lanjut Heroe, melibatkan orang luar. Semua, warga yang datang dari luar diminta lapor, periksa dan isolasi diri tidak ke mana-kemana.
Ketiga, Stay at home (di rumah saja), sehingga beberapa kampung dilakukan penyederhanaan arus keluar masuk, menjadi hanya satu dua jalan yang boleh akses keluar masuk. Dalam rangka agar warga tinggal di rumah saja
Keempat, tidak memakai masker. Padahal sekarang sudah kewajiban pakai masker tapi peserta rapat tidak pakai masker.
Kelima, warga rapat untuk penyemprotan dan gotong royong untuk membantu warga sekitar yang perlu dibantu, juga tidak pakai rapat fisik tapi grup WA.
"Lha hal-hal tersebut, yang membuat warga resah. menurut Ketua RT, Walhi tidak izin atau lapor, melibatkan orang luar dan rapatnya juga berkali-kali. Warga bertanya mengapa tidak dilakukan dengan rapat secara daring atau grup WA saja sehingga protokol Corona secara umum dikerjakan," ucapnya.
"Oleh karena itu, marilah kita semuanya, siapapun dan untuk tujuan apapun mengurangi rapat dan pertemuan yang melibatkan banyak orang dan luar komunitas. Kota Yogya selama ini kasus COVID-19 sebagian besar karena adanya riwayat kontak dengan orang luar," pintanya.
Kendati demikian, Heroe mengucapkan terima kasih kepada Walhi yang membuat gerakan sosial. Namun dia juga meminta agar memberikan contoh ke masyarakat bagaimana caranya menegakkan protokol pencegahan Corona.
"Mari kita bantu dan dorong bagi masyarakat yang sudah disiplin sosial mengelukan protokol Corona dan terus tidak bosan mengingatkan masyarakat lainnya yang belum mengindahkan dengan baik pelaksanaan protokol Corona," ucapnya.
"Semua tujuan yang baik, mari kita kerjakan dengan cara yang baik dan marilah kita semua saling menjaga kondisi psikologis masyarakat menjaga kebersamaan, saling melindungi dan menyelamatkan," lanjutnya.