Gagalnya Penggeledahan Kantor PDIP, Pukat UGM: Imbas UU KPK Baru

Gagalnya Penggeledahan Kantor PDIP, Pukat UGM: Imbas UU KPK Baru

Usman Hadi - detikNews
Senin, 20 Jan 2020 23:01 WIB
Direktur Pukat UGM Oce Madril, Jumat (27/9/2019). (Foto: Usman Hadi/detikcom)
Yogyakarta - KPK gagal menggeledah kantor DPP PDIP pasca-operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM menilai apa yang dialami KPK ialah imbas diberlakukannya UU KPK yang baru.

"Ya itu asal masalahnya kan karena karena tidak memiliki izin penggeledahan, pada akhirnya mereka (KPK) tidak bisa melakukan penggeledahan dan termasuk juga harusnya penyitaan," ujar Direktur Pukat UGM Oce Madril kepada detikcom, Senin (20/1/2020).

"Jadi memang ini kelemahan yang dihasilkan oleh, yang diciptakan oleh undang-undang (nomor 19 tahun 2019 tentang KPK) yang baru," sambungnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Oce menuturkan, dalam setiap penegakan hukum biasanya dibarengi dengan proses penggeledahan dan penyitaan. Namun dalam UU KPK yang baru penggeledahan bisa dilakukan asal mendapat persetujuan dari Dewan Pengawas (Dewas).

"Kalau misalnya harus ada izin (Dewas) tentu menjadi lebih sulit, menjadi lebih lama dan menjadi menjadi lebih panjang alurnya," tuturnya.

Sementara proses penggeledahan, kata Oce, biasanya berlangsung cepat agar barang buktinya tidak raib. Apabila proses penggeledahan berbelit-belit, bukan tidak mungkin barang bukti yang seharusnya disita keburu 'dihilangkan'.

"Jadi memang birokrasi penegakan hukum (yang diatur di UU KPK yang baru) ini dalam kasus tersebut sekarang kelihatan memang menghambat, dan berpotensi menggagalkan tujuan dari penggeledahan itu," paparnya.


Oce tak mengetahui apakah gagalnya penggeledahan kantor DPP PDIP dikarenakan lambatnya pimpinan KPK mengajukan izin ke Dewas, atau karena Dewas yang lambat dalam memproses pengajuan izin dari pimpinan KPK.

"Kita nggak pernah tahu kan kebenarannya seperti apa, yang kita tahu penggeledahan itu gagal dilakukan. Apakah proses di KPK-nya yang menjadi masalah atau di Dewan Pengawas, itu kan ekses dari sistem (di UU KPK yang baru)," jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, rencana penggeledahan oleh KPK atas kantor DPP PDIP pada 9 Januari 2019 gagal. Upaya penggeledahan itu merupakan tindak lanjut atas OTT KPK terhadap Wahyu Setiawan.

Kini Wahyu telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Selain Wahyu, KPK juga menetapkan tersangka atas Agustiani Tio Fridelina, Saeful, dan kader PDIP Harun Masiku. Wahyu diduga menerima suap sebesar Rp 600 juta untuk memuluskan permintaan Harun agar yang bersangkutan dijadikan anggota DPR RI melalui proses Pergantian Antar Waktu (PAW).


Sementara itu, tim hukum DPP PDIP mempersoalkan kembali upaya penggeledahan KPK di kantor DPP PDIP terkait dugaan suap yang menyeret Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan caleg PDIP Harun Masiku. Tim hukum DPP PDIP mempertanyakan, jika KPK menggeledah DPP PDIP, alat kejahatan apa yang ingin disita?

"Kemudian ada satu lagi yang saya kira kita musti lihat kalau kita bicara tentang penyitaan ke ujung dari penggeledahan itu adalah penyitaan. Nah yang jadi persoalan selama ini adalah penyitaan itu kalau menurut ketentuan UU kita, harus dilakukan terhadap barang atau alat yang diperoleh dari kejahatan, yang dilakukan untuk melakukan kejahatan dan terkait kejahatan," kata anggota tim hukum PDIP Maqdir Ismail, dalam diskusi 'Ada Apa di Balik Kasus Wahyu?', di Warung Komando, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (19/1/2020).


"Problemnya adalah kalau andaikata ada yang melakukan penyitaan di kantor DPP PDIP, apa yang bisa kita sebut atau terkait disebut kejahatan?" sambungnya.

Menurut Maqdir, jika KPK ingin menyita surat terkait kasus Wahyu Setiawan, surat tersebut sudah lama dikirim. Bila yang ingin disita adalah uang, uang juga telah disita oleh penyidik KPK.

"Kalau andaikata surat menyurat itu sudah dikirim jauh hari, kemudian kalau itu menyangkut uang, uang itu sudah disita oleh penyidik," ujar Maqdir.

Dari hal tersebut, menurut Maqdir, soal penyitaan menjadi hal pokok bagi penegakan hukum. Utamanya, ucap Maqdir, bagi para penyidik KPK.

"Saya kira ini hal yang pokok menurut saya perlu catatan penting kita dalam urusan penegakan hukum, terutama yang dilakukan oleh teman-teman di KPK," imbuhnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads