Pakar sejarah UGM, Sri Margana, menilai sosok Sultan HB II memang layak diusulkan menjadi pahlawan nasional. Pendapatnya ini berkaca dari penganugerahan gelar yang sama kepada KGPAA Mangkunegara I dan Sri Sultan HB I.
"Kalau pendapat saya, kalau orang seperti Raden Mas Said atau Mangkunegara I (dan) orang seperti Hamengku Buwono I dapat gelar pahlawan, artinya sebenarnya HB II pun ya layak dapat gelar," kata Margana kepada detikcom, Jumat (17/1/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Margana mengatakan, mulanya Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi (kelak bergelar Sultan HB I) berjuang bersama melawan Pakubuwana III yang bersekutu dengan VOC. Peperangan itu berakhir dengan perjanjian Giyanti 1755 dan perjanjian Salatiga 1757.
"Kalau dilihat isi perjanjian itu satu per satu, kalau orang benar-benar mau melihat, jujur, isi perjanjian itu kemudian secara politik kan Sunan, Sultan, Mangkunegara itu berkompromi dengan VOC. Setelah perjanjian itu baik Mangkunegara I maupun Sultan HB I sering bekerja sama dengan VOC," terangnya.
![]() |
Menurut Margana, sosok Sultan HB II berbeda dengan Mangkunegara I maupun Sultan HB I. Selama hidupnya ia konsisten menentang kekuasaan asing, baik menentang Daendels, melawan Raffles maupun menentang Pemerintah Hindia Belanda.
"Pertama (Sultan HB II yang berkuasa sejak 1792) dilengserkan oleh Daendels (tahun 1810) karena tidak mengikuti protokoler yang dibuat oleh Daendels," paparnya.
Sultan HB II memang meraih takhtanya kembali tahun 1811-1812 tatkala Inggris berhasil merebut Jawa dari tangan Daendels. Namun lagi-lagi karena Sultan HB II tak bersedia mengikuti aturan protokoler yang dibuat Inggris, akhirnya Sultan HB II disingkirkan.
"Pertama dibuang ke Penang, Malaysia, oleh Inggris (pada tahun 1813). Karena dia (Sultan HB II) tidak mau mengikuti aturan-aturan protokoler yang dibuat oleh Inggris," ungkap Margana.
Usai pemerintahan kolonial Inggris berakhir dan Belanda kembali berkuasa di Jawa, ternyata Sultan HB II tidak dikembalikan dari tempat pengasingan. Ia bersama keluarganya malah kembali dibuang ke Ambon, Maluku, hingga tahun 1826.
Namun akhirnya Belanda berubah sikap. Mereka memboyong Sultan HB II beserta keluarganya ke Yogyakarta kembali tahun 1826. Tujuan Pemerintah Hindia Belanda hanya satu, yakni agar Sultan HB II dapat meredam pemberontakan Pangeran Diponegoro.
"Ternyata juga sampai Yogya (Sultan HB II) nggak lama (kemudian) sakit, terus kemudian meninggal. Jadi harapannya (Belanda) tidak terpenuhi. Tapi tujuan Belanda itu iya, tapi tidak dipenuhi, harapan itu tidak bisa dipenuhi sampai meninggal," katanya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini