Sejarawan Soal Petisi Sultan HB II Jadi Pahlawan: Layak, Tapi Berat

Sejarawan Soal Petisi Sultan HB II Jadi Pahlawan: Layak, Tapi Berat

Usman Hadi - detikNews
Jumat, 17 Jan 2020 23:08 WIB
Keraton Kesultanan Yogyakarta. (Foto: Bagus Kurniawan/detikom)
Yogyakarta - Muncul petisi online di change.org yang ditulis Fajar Poetranto meminta agar pemerintah menganugerahi gelar pahlawan nasional kepada Sri Sultan Hamengku Buwono II (1750-1828). Apa kata pakar mengenai petisi itu?

Pakar sejarah UGM, Sri Margana, menilai sosok Sultan HB II memang layak diusulkan menjadi pahlawan nasional. Pendapatnya ini berkaca dari penganugerahan gelar yang sama kepada KGPAA Mangkunegara I dan Sri Sultan HB I.

"Kalau pendapat saya, kalau orang seperti Raden Mas Said atau Mangkunegara I (dan) orang seperti Hamengku Buwono I dapat gelar pahlawan, artinya sebenarnya HB II pun ya layak dapat gelar," kata Margana kepada detikcom, Jumat (17/1/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Margana mengatakan, mulanya Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi (kelak bergelar Sultan HB I) berjuang bersama melawan Pakubuwana III yang bersekutu dengan VOC. Peperangan itu berakhir dengan perjanjian Giyanti 1755 dan perjanjian Salatiga 1757.

"Kalau dilihat isi perjanjian itu satu per satu, kalau orang benar-benar mau melihat, jujur, isi perjanjian itu kemudian secara politik kan Sunan, Sultan, Mangkunegara itu berkompromi dengan VOC. Setelah perjanjian itu baik Mangkunegara I maupun Sultan HB I sering bekerja sama dengan VOC," terangnya.


Kata Sejarawan UGM Soal Petisi Sultan HB II Jadi Pahlawan NasionalSejarawan UGM, Sri Margana, Jumat (17/1/2020). Foto: Usman Hadi/detikcom

Menurut Margana, sosok Sultan HB II berbeda dengan Mangkunegara I maupun Sultan HB I. Selama hidupnya ia konsisten menentang kekuasaan asing, baik menentang Daendels, melawan Raffles maupun menentang Pemerintah Hindia Belanda.

"Pertama (Sultan HB II yang berkuasa sejak 1792) dilengserkan oleh Daendels (tahun 1810) karena tidak mengikuti protokoler yang dibuat oleh Daendels," paparnya.

Sultan HB II memang meraih takhtanya kembali tahun 1811-1812 tatkala Inggris berhasil merebut Jawa dari tangan Daendels. Namun lagi-lagi karena Sultan HB II tak bersedia mengikuti aturan protokoler yang dibuat Inggris, akhirnya Sultan HB II disingkirkan.

"Pertama dibuang ke Penang, Malaysia, oleh Inggris (pada tahun 1813). Karena dia (Sultan HB II) tidak mau mengikuti aturan-aturan protokoler yang dibuat oleh Inggris," ungkap Margana.


Usai pemerintahan kolonial Inggris berakhir dan Belanda kembali berkuasa di Jawa, ternyata Sultan HB II tidak dikembalikan dari tempat pengasingan. Ia bersama keluarganya malah kembali dibuang ke Ambon, Maluku, hingga tahun 1826.

Namun akhirnya Belanda berubah sikap. Mereka memboyong Sultan HB II beserta keluarganya ke Yogyakarta kembali tahun 1826. Tujuan Pemerintah Hindia Belanda hanya satu, yakni agar Sultan HB II dapat meredam pemberontakan Pangeran Diponegoro.

"Ternyata juga sampai Yogya (Sultan HB II) nggak lama (kemudian) sakit, terus kemudian meninggal. Jadi harapannya (Belanda) tidak terpenuhi. Tapi tujuan Belanda itu iya, tapi tidak dipenuhi, harapan itu tidak bisa dipenuhi sampai meninggal," katanya.

Melihat perjalanan hidup Sultan HB II, Margana menilai pantas jika tokoh tersebut diusulkan untuk dianugerahi gelar pahlawan nasional ke pemerintah. Adapun pihak keluarga atau trah Sultan HB II juga berhak memperjuangkannya.

"Nanti kan ada tim ahli yang akan menilai apakah layak atau tidak layak (Sultan HB II dianugerahi gelar). Kalau dalam kriteria itu berat sebetulnya, dia (harus) tanpa cacat, artinya dari awal sampai akhir itu sikap dia tidak berubah," sebutnya.


Penghageng Tepas Dwarapura Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Jatiningrat, turut menanggapi munculnya petisi online yang meminta agar pemerintah menganugerahi gelar pahlawan nasional kepada Sri Sultan HB II.

Menurut Romo Tirun, demikian KRT Jatiningrat akrab disapa, petisi online tersebut tidak dibuat oleh Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. "Keraton dalam hal ini tidak ikut-ikut, sebagai lembaga nggak pernah mengusulkan," terangnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads