Antropolog dari Universitas Negeri Semarang (Unnes), Moh Solehatul Mustofa, mengatakan SE itu sebenarnya punya maksud yang bagus untuk menjaga tradisi keagamaan di Kabupaten Demak yang dikenal sebagai Kota Wali.
"Saya melihat ada nilai semangat dari edaran itu. Sosiologi masyarakat di Demak kan punya tradisi keagamaan Islam yang kuat. Jam-jam itu adalah jam ibadah," kata Mustofa kepada detikcom, Jumat (10/1/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pergeseran tradisi memang selalu ada sehingga kemungkinan SE itu dimaksudkan tetap menjaga tradisi karena adanya pengaruh perubahan zaman kepada generasi milenial saat ini. "Ada semangat menjaga tradisi nilai dan moral," imbuhnya.
Menurut Mustofa, munculnya SE itu merupakan tanda fenomena penggabungan dua generasi yang terbentuk. Yaitu generasi milenial yang ingin kebebasan dan generasi orang tua mereka yang ingin menjaga tradisi.
"Edaran itu simbol ada fenomena dua generasi yang terbentuk," ujar Mustofa.
Namun Mustofa mengatakan imbauan atau saran yang bersifat moral di lingkungan masyarakat tidak diformalkan karena akan kaku. Pendekatan ke masyarakat harus lebih lembut agar maksud baiknya tersampaikan.
"Yang bersifat moral itu jangan dilembagakan, lebih soft. Tidak dengan pendekatan formal, jadi kaku. Kalau soal kedinasan formal itu perlu. Kalau tradisi dan gerakan moral, malah tidak efektif," pungkas Dekan Fakultas Ilmu Sosial Unnes itu.
Untuk diketahui, SE itu beredar dan menyebutkan imbauan larangan bertamu atau menerima tamu menjelang magrib hingga isya. Surat ditujukan untuk PNS, TNI, Polri, hingga kepala desa. (alg/mbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini