Jaksa Penuntut Umum Helmi Syarief mengatakan suap yang diterima Tamzil berasal dari Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Kudus Akhmad Shofian yang diserahkan melalui ajudan bupati Uka Wisnu Sejati dan staf khusus bupati Agoes Soeranto dalam 3 tahap.
"Tindak pidana suap tersebut terjadi pada kurun waktu Februari hingga Juni 2019," kata Helmi di ruang sidang Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (11/12/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Helmi mengatakan uang suap sebesar Rp 750 juta diberikan dengan tujuan agar Akhmad Shofian dan istrinya Rini Kartika diangkat dan mendapat jabatan baru setingkat dengan eselon III. Uang itu diberikan ke Bupati Tamzil untuk memuluskan karir keduanya.
"Terdakwa mengetahui uang sebesar Rp 750 juta untuk menggerakkan terdakwa sebagai pejabat pembina kepegawaian Pemkab Kudus yang memiliki kewenangan dalam pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai pemerintahan Kabupaten Kudus," jelas Helmi.
"Supaya mengangkat Akhmad Shofian dalam jabatan administrator/Eselon IIIa dan mengangkat istri Akhmad Shofian yaitu Rini Kartika Hadi Ahmawati dalam jabatan tinggi Pratama/Eselon II Pemerintahan Kabupaten Kudus," imbuhnya.
Selain uang suap, Tamzil juga disebut menerima gratifikasi senilai Rp 2,57 miliar yang diterima dari delapan orang dengan besaran yang berbeda. Penyerahan uang terjadi sejak September 2018 sampai Juli 2019.
"Sejak menerima uang seluruhnya sebesar Rp 2.575.000.000 terdakwa tidak melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 hari sebagaimana yang dipersyaratkan Undang-undang," ujar Helmi.
Dalam rincian jaksa, gratifikasi itu diterima dari Heru Subiyanto senilai Rp 900 juta, Joko Susilo senilai Rp 500 juta, Uka Wisnu Sejati senilai Rp 300 juta, Muhammad Moelyanto, Ali Rifai, dan Agoes Soeranto sebesar Rp 335 juta, kemudian melalui Setiya Hendra dan Ali Rifai sebesar Rp 490 juta.
Mendengar dakwaan tersebut Tamzil langsung mengajukan eksepsi. Dia meyakini belum ada dua alat bukti yang diajukan jaksa.
"Saya paham dan mengerti yang disampaikan, sampai hari ini kami masih menolak dakwaan karena sampai saat ini penyelidik maupun JPU belum bisa memperlihatkan dua alat bukti sesuai KUHP, baik itu tertulis maupun bukti lain," tutur Tamzil.
![]() |
Tamzil juga membantah menerima gratifikasi. Dia mengklaim namanya dicatut oleh pihak-pihak yang mengaku memberi uang.
"Saya tidak pernah menerima. Saya ini dijual namanya atas nama Bupati. Tadi dakwaannya si A menyerahkan si B, misal Heru katanya untuk Bupati, tapi tidak diserahkan ke saya, Rp 900 juta itu diserahkan ke orang lain. Joko Susilo juga Rp 500 juta saya tidak tahu menahu. Nama saya dicatut," tukas Tamzil usai sidang.
Atas perbuatannya Tamzil dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 12B Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini