"Oke ada (kasus intoleransi di Yogyakarta), tapi nggak banyak. Jangan dibesar-besarkan lah menurut saya, jangan dibesar-besarkan lah, begitu," ujar Huda kepada wartawan di kantor DPRD DIY, Jalan Malioboro, Yogyakarta, Selasa (26/11/2019).
"Jangan kemudian kita blow up lah, yang ada kalau kita lihat seperti ini (kasus intoleransi) ya kita diskusi, komunikasi bersama-sama," sambung politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Huda mengklaim masyarakat Indonesia khususnya warga Yogyakarta sudah terlatih dalam urusan toleransi. Kalaupun ada kasus intoleransi di Yogyakarta, tutur Huda, jumlahnya bisa dihitung dengan jari.
"Saya bukan apa-apa ya, di DIY ini kan hal-hal yang urusannya dengan intoleransi dan segala macam itu kan, maaf ya, kalau saya katakan sedikit, kecil," paparnya.
Ia mencontohkan, di kampung-kampung Yogyakarta masyarakat dari berbagai latar belakang suku, ras, agama, dapat hidup berdampingan. Meski kadang kala tetap muncul insiden atau gesekan di antara mereka.
Menurut Huda, daripada mempersoalkan kasus intoleransi di Yogyakarta lebih baik Pemda DIY menyelesaikan problem sosial lainnya. Seperti kasus klitih yang marak dijumpai, maupun kasus kenakalan remaja yang mulai merebak.
"Siswa-siswa yang kemudian maaf ya, hamil di luar nikah itu lebih banyak terjadi di sini. Itu konsen kita lebih besar.... Tapi poin saya adalah (kasus intoleransi di Yogyakarta) jangan dibesar-besarkan," pungkas dia.
Diberitakan sebelumnya, Setara Institute mencatat ada peningkatan kasus intoleransi kebebasan beragama di Yogyakarta. Bahkan kini Yogyakarta masuk dalam daftar 10 besar daerah dengan kasus intoleransi tertinggi di Indonesia.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X telah menanggapi laporan Setara Institute itu. Sultan menyebut pihaknya tidak pernah tinggal diam dan selalu mengupayakan penyelesaian atas perkara intoleransi yang terjadi di Yogyakarta.
"Saya nggak tahu persis ya (laporan Setara Institute), dasarnya apa saya kan nggak tahu," jelas Sultan, Senin (25/11/2019) kemarin. "Hanya sekarang modelnya (intoleransi) alasannya kearifan lokal, kan gitu, ganti motif, ganti isu," lanjutnya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini