"Dari (239) temuan finansial ini muncul kerugian negara Rp 2,7 miliar lebih. Jadi temuan ini muncul karena adanya penyimpangan pengelolaan anggaran. Ditilik dari penyebabnya, penyimpangan ini didominasi oleh kelemahan dalam prosedur. Ada 90 persen lebih," terang Inspektur Inspektorat Kabupaten Sragen Wahyu Widayat.
Hal ini disampaikan Wahyu seusai Gelar Pengawasan Daerah (Larwasda) yang dilaksanakan Inspektorat Kabupaten Sragen di Pendopo Rumah Dinas Bupati Sragen, Rabu (13/11/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari keseluruhan 621 rekomendasi hasil pemeriksaan tahun 2018 tersebut, 559 di antaranya sudah selesai ditindaklanjuti, sementara 62 rekomendasi masih dalam proses," imbuh Wahyu.
Wahyu melanjutkan, khusus untuk temuan finansial, yang sudah bisa ditindaklanjuti dan dikembalikan ke asal anggaran sebesar Rp 2.038.687.489,61. Sementara yang belum bisa ditindaklanjuti Rp 743.741.657,00.
"Ada waktu hingga 60 kerja bagi instansi yang belum melaksanakan rekomendasi dari kami. Jika tidak, teman-teman APH (aparat penegak hukum) berwenang mengambil alih. Inspektorat sudah mengadakan perjanjian kerja sama dengan penegak hukum, untuk tukar-menukar dokumen termasuk dokumen LHP (laporan hasil pemeriksaan)," terangnya.
Rekomendasi finansial, lanjut Wahyu, mengatur pengembalian keuangan negara sesuai temuan Inspektorat. Jumlah kekurangan ini sudah dihitung oleh petugas. Instansi terkait berkewajiban mengembalikan uang ini ke asal anggarannya.
Baca juga: Desa Siluman Dikepung Tim Gabungan |
"Kalau Dana Desa ya kembali ke kas desa. Kalau BKK (bantuan keuangan khusus) kami kembalikan ke kas daerah. Temuan kami biasanya terkait volume yang tidak sesuai. Ada juga beberapa kegiatan yang terindikasi fiktif karena yang bersangkutan tidak bisa membuktikan," kata Wahyu.
Menanggapi hal tersebut, Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati berharap rekomendasi dari Inspektorat segera ditindaklanjuti.
"Saya harapkan temuan ini segera diselesaikan. Khususnya di desa, saya selalu ingatkan bahwa Dana Desa dan ADD (Alokasi Dana Desa) adalah uang rakyat, bukan uang kita sendiri. Jadi pengelolaannya jangan seperti manajemen rumah tangga. Tapi di desa, hal ini masih saja terjadi," kata Yuni.
Halaman 2 dari 2











































