Mengapa Ada Warga Menolak Ritual Piodalan di Bantul

Mengapa Ada Warga Menolak Ritual Piodalan di Bantul

Pradito Rida Pertana - detikNews
Rabu, 13 Nov 2019 02:42 WIB
Foto: Istimewa/detikcom
Bantul - Sejumlah warga mengehentikan acara doa leluhur atau wafatnya Ki Ageng Mangir atau ritual Piodalan di Dusun Mangir Lor, Desa Mangir, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul. Hal itu karena acara tidak mengantongi izin dari pihak terkait.

Pemangku Padma Buwana, Utiek Suprapti menjelaskan acara tersebut terbagi dalam 2 sesi yakni dengan prosesi agama Budha dan agama Hindu. Namun, belum sempat sesi kedua digelar, warga bersama polisi datang untuk menghentikan acara tersebut.

"Upacara kali ini kan ada 2 sesi, yang upacara pertama sudah berjalan, dan sudah hampir selesai saat kami didatangi oleh pihak kepolisian dan warga. Karena di sini (rumah Uti) katanya belum ada izin, baik tempat ibadah maupun izin kegiatan," katanya saat ditemui wartawan di Dusun Mangir Lor, Desa Mangir, Kecamatan Pajangan, Bantul, Selasa (12/11/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Terus tadi mobilnya romo sepuh saya (pandita Hindu) digebrog-gebrog (saat datang ke rumahnya untuk memimpin sesi kedua)," sambung Utiek.

Menurutnya, penolakan itu muncul dari beberapa warga yang tidak suka dengan kegiatan tersebut. Mengingat penolakan juga pernah terjadi saat pihaknya menggelar acara serupa.

"Tapi memang warga itu dipimpin seseorang yang sejak dulu tidak menginginkan tempat ini ada," katanya.

Terlebih, selama ini ia berhubungan baik dengan warga. Bahkan, jika ada acara berbalut keagamaan ia juga datang untuk membantu mempersiapkannya.

"Baik, warga saya baik semua, sekalipun saya Hindu, tetangga saya pengajian saya datangn membantu," ucapnya.

Selain itu, selama ini ia telah mencoba mencari izin untuk menggelar aara piodalan di kediamannya selama 9 tahun. Namun, selalu menemui kegagalan.

"Bukan karena tidak mencari izin, dari dulu mencari, tapi selalu kandas dalam mencari tanda tanga dari bawah (dusun)," katanya.

Lanjut Utiek, ia sudah kerap bertemu dengan pihak-pihak terkait untuk menghadiri pembinaan terhadap pemeluk Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pada pembinaan tersebut, ia kerap meminta pihak-pihak terkait untuk memfasilitasi sosialisasi mengenai keberadaannya namun hanya mendapat janji-janji.

"Dan sayangnya lagi, saya kan aktif di organisasi Majelis Kepercayaan Terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa. Sering, saya selalu matur (bilang) di forum yang dihadiri tim pakem yang dihadiri 5 Dimas, yakni Depag, Kebudayaan, Kejaksaan, Kesbangpol, ada polisi, danramil, ada itu," katanya.

"Tapi dari dulu saya hanya dijanjikan, dan janji, tapi tidak ada realiasasi. Padahal saya hanya mohon difasilitasi untuk sosialisasi tentang keberadaan kami, tapi sudah berjalan 9 tahun belum pernah kami difasilitasi untuk itu (sosialisasi terkait Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa)," sambung Utiek.

Terlepas dari hal tersebut, wanita kelahiran Dusun Mangir Lor mengatakan bahwa ia tidak terlibat perselisihan dengan tetangganya.

"Kita ini sebenarnya sudah tidak ada masalah apa-apa, karena dengan bukti mereka WA saya bahwa mereka suruh saya bersabar dengan kejadian ini," ucapnya.

Sementara itu, Pandita Budha Tantrayana Kasogatan, Padma Wira Dharma mengaku bahwa kejadian tersebut terjadi saat ia memimpin sembahyang sesi pertama dengan prosesi agama Budha. Di mana saat itu terdengar teriakan warga di luar kediaman Utiek.

"Menurut yang saya alami, ketika saya memimpin upacara tadi memang ada teriakan-teriakan, ada yang baru mau masuk ke sini terus di suruh pergi, di suruh kembali, itu saya dengar jelas itu," ucapnya.

Menurutnya, peserta piodalan berasal dari berbagai daerah seperti masyarakat adat dari Sunda wiwitan dan masyarakat adat kerinci. Mereka datang untuk berkumpul dan berdoa dalam balutan kebhinekaan.

"Mereka datang ke sini untuk kumpul-kumpul kebhinekaan, ritual bareng. Intinya kita mengajak membangkitkan lagi kebhinekaan, tapi kita tidak duga kok seperti ini, padahal seminggu sebelumnya saya tanya bu Utiek sudah beres," katanya.

Berkaca dari hal tersebut, ia menilai di Indonesia masih ada diskriminasi. Terlebih, ia telah mengalami kejadian serupa pada tahun 2016, meski penolakannya tidak separah tadi sore.

Terpisah, Ketua RT.03 Dusun Mangir Lor, Desa Mangir, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Agung Warsito mengatakan, ada warga menolak piodalan karena banyak orang luar luar yang datang ke rumah Utiek.

"Setiap event-event warga kadang tidak dikasih tahu. Kadang dari luar banyak yang menganut agama seperti Hindu," katanya.

"Warga menolak karena belum ada izinnya. Kalau belum ada izinnya, dari luar tidak boleh, kalau hanya mbak Utiek sendiri boleh," katanya.

"Jadi karena bawa orang luar masuk sini, kan nggak ada izin dan belum kantongi izin, kalau sudah ada izin kan enak," sambungnya.

Agung menambahkan, bahwa event serupa sudah pernah digelar selama 3 kali, meski 2 tahun lalu sempat tidak diperbolehkan oleh warga. Hal itu membuat warga bergerak untuk menolak kegiatan tersebut di rumah Utiek.

"Tadi sempat panas juga, tapi karena keamanan sudah banyak (dari polisi dan Satpol PP), warga menghargai pihak terkait yang datang dan tadi diminta jangan emosi, sithik edhing. Yang jelas kami tidak masuk, hanya yang berwenang saja tadi yang masuk (ke rumah Utiek)," katanya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads