"Kondisinya sudah tidak bisa diberi tahu (dinasihati), mau tidak mau harus dengan obat untuk menenangkan," ujar psikolog klinis RSJD Amino Gondohutomo, Sri Mulyani, Kamis (31/10/2019).
"Penanganan harusnya di psikiatri, dokter jiwa, ada obat-obatan agar anak tenang. Setelah kondisi baik, ada terapi psikologis," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan beberapa ciri umum kecanduan gadget pada anak, yaitu lupa belajar, lupa mengerjakan PR (pekerjaan rumah dari sekolah), bangun selalu kesiangan, sering membolos sekolah, kemudian tidak mau lepas dari gawai, dan marah ketika gawai diambil.
"Mengganggu aktivitas sehari-hari. Kalau sudah sampai adiksi, harus segera diobati," katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang Abdul Hakam mengatakan kecanduan gawai atau game akan memicu hormon dopamin di otak bagian depan. Hormon tersebut tidak boleh kurang atau berlebih, sehingga ketika berlebih akan mengganggu kejiwaan dan ketika kurang bisa menimbulkan parkinson.
"Secara medis, gadget berlebihan akan mempengaruhi hormon dopamin, otak bagian depan terpengaruh, itu pusat perhatian, maka terjadi gangguan pemusatan perhatian," kata Abdul.
Kecanduan gawai, lanjut Abdul, bisa juga terjadi pada anak usia 5 tahun ke bawah, yakni ketika otak belum sempurna. Karena itu, para orang tua diharapkan lebih waspada.
"Kecanduan gadget pada anak di bawah 5 tahun, kan otak belum sempurna. Ketika anak kecanduan game, di pusat otak bagian depan namanya frontal, dirangsang dopamin berlebihan," ujarnya.
Sri dan Abdul senada jika dikatakan gawai bukanlah musuh karena memang mengikuti perkembangan zaman, yakni ketika informasi lebih terbuka dengan teknologi. Maka peran orang tua sangat penting untuk pengawasan penggunaan gawai oleh anak-anak.
Halaman 3 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini