Dalam tradisi ini, ada dua perempuan yang bertugas membawa gayung dari batok kelapa berkeliling desa. Batok kelapa tersebut dibalut rapat dengan bunga kemboja.
"Keliling desa ini maksudnya untuk mencari sumber air. Karena tradisi ini memang untuk memanggil hujan," kata sesepuh Desa Gentansari Ismoyo saat ditemui di sela-sela tradisi cowongan, Selasa (29/10/2019) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi nantinya cowongan ini berhenti di tempat khusus yang sudah diberi air. Memang ada mitos kalau terkena cowongan tersebut akan kurang baik. Tapi itu hanya mitos," tuturnya.
Ada dua cowongan yang dibawa keliling desa untuk mencari sumber air. Hanya, hal ini dilakukan bergantian. Sedangkan satu cowongan dibawa perempuan berusia lanjut.
"Kenapa yang membawa itu perempuan berusia lanjut, karena yang dianggap sudah suci atau sudah tidak menstruasi. Jadi yang sudah lanjut usia atau anak kecil sekalian," jelasnya.
![]() |
Tradisi ini dilakukan tujuh malam berturut-turut. Biasanya dilakukan saat sudah memasuki musim tanam, namun hujan belum juga turun. Harapannya, dengan tradisi ini, bisa segera turun hujan.
"Tradisi ini tidak dilakukan setiap tahun, hanya kalau terjadi kemarau panjang hingga musim tanam. Terakhir dilakukan pada 2014. Dan dilakukan tujuh malam berturut-turut. Sekarang malam pertama," terangnya.
Salah satu warga Desa Gentansari, Tukijah, mengatakan tradisi ini sudah dilakukan turun-temurun. Ia pun percaya tradisi ini salah satu upaya untuk memanggil hujan.
"Ini tradisi untuk memanggil hujan sejak dulu. Di sini sudah sekitar 6 bulan belum hujan," ujarnya.
Halaman 2 dari 2