Puluhan murid berkebutuhan khusus ini berkumpul di sebuah ruangan. Dengan duduk memutar, mereka mengikuti bedah novel 'Laskar Pelangi' berhuruf Braille. Selanjutnya anak-anak ini diminta maju untuk menceritakan kisah 'Laskar Pelangi' dengan bahasanya sendiri.
Kepala Balai Layanan Perpustakaan DIY Nur Satwiko menjelaskan kegiatan literasi Braille baru bergulir tahun ini. Dalam kegiatan ini pihaknya mendatangkan beberapa sekolah yang muridnya memiliki kebutuhan khusus, seperti dari sekolah luar biasa (SLB).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Dan khusus literasi Braille kali ini kami lebih fokuskan ke pendengaran dan perabaan tulisan timbul. Jika pendengaran murid kurang tajam saat kegiatan digital Braille, nanti akan kami bantu dengan alat pendengaran," imbuhnya.
Lanjut Satwiko, melalui kegiatan tersebut, pihaknya ingin menggali potensi anak-anak berkebutuhan khusus, terutama tunanetra, sebagai bekal mengarungi taraf hidup selanjutnya. Selain itu, memberi tambahan pengetahuan kepada anak-anak melalui 2.500 koleksi buku Braille di Grhatama Pustaka.
"Tujuan kegiatan ini kami ingin di perpustakaan ada transformasi dengan membaca buku Braille dan mendengarkan digital Braille. Dengan membaca buku (Braille), mereka mendapat ilmu, dan itu bisa menjadi modal untuk hidup mandiri dan meningkat taraf hidup mereka ke depannya," katanya.
Salah seorang peserta, Aida (16), mengatakan ini pertama kalinya mengikuti literasi Braille. Menurutnya, acara tersebut sangat bermanfaat bagi dirinya.
![]() |
"Tadi dijelaskan apa itu literasi, terus bedah buku 'Laskar Pelangi', diajak membaca buku yang didongengkan ke anak TK dan menceritakannya lagi dengan bahasa sendiri. Secara pribadi, saya senang diajak ikut kegiatan seperti ini, karena bisa menambah pengalaman dan tahu apa itu literasi," ucapnya.
Halaman 2 dari 2