Para pengunjuk rasa berasal dari organisasi buruh berbagai daerah. Mereka berkumpul di depan gedung DPRD Jateng mulai pukul 12.40 WIB, Rabu (2/10/2019). Sebelumnya mereka juga aksi di depan Balai Kota Semarang dan ditemui ketua DPRD Kota Semarang.
Ada tiga fokus utama yang mereka suarakan yaitu menolak rencana revisi Undang-undang Ketenagakerjaan, kemudian menolak upah murah dengan revisi PP 78/2015 tentang pengupahan, dan menolak kenaikan iuran BPJS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Di lokasi aksi di Jalan Pahlawan, massa membawa berbagai poster tulisan yang cukup menarik diantaranya "Naikkan UMK kami, kasihan jomblo di pabrik saya, gak nikah-nikah", "Upah kami masih kalah sama harga Lego", dan "Iki nasib ora sempak teles sing kudu digantung".
Orasi dilakukan dan tidak lama kemudian perwakilan massa dipersilahkan masuk bertemu anggota dewan untuk audiensi, sedangkan massa di luar mulai menyalakan musik keras-keras.
Diawali lagu "Ievan Polkka" mereka pemanasan flashmob, kemudian lagu kedua yaitu "Salah Apa Aku" mulai membakar semangat dan mereka kompak berjoget mengikuti gerakan instrukur.
Para polisi yang berjaga terlihat ada yang berkeliling membagikan air mineral dan yang berjaga di gerbang DPRD Jateng ikut berjoget bersama massa buruh. Goyangan mereka berlanjut hingga ditutup dengan lagu "Pamer Bojo".
Koordinator aksi, Aulia Hakim mengatakan aksi protes ini digelar di 10 provinsi secara serentak. Ia menganggap rencana revisi UU ketenagakerjaan menekan kesejahteraan buruh dan membebaskan penggunaan outsourcing.
"Keinginan revisi UUK 13 tahun 2003 adalah sesat pikir," kata Aulia.
![]() |
Aulia juga menyebut Presiden Joko Widodo sudah berjanji merevisi PP 78. Ia meminta janji itu ditepati sehingga tidak ada stigma permintaan buruh diabaikan sedangkan jika pengusaha yang meminta cepat dikabulkan.
"PP 78 2015 lebih mendesak untuk direvisi. Sebab keberadaan kebijakan ini membatasi kenaikan upah buruh hanya sebatas pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi," tegasnya.
Mereka juga menyerukan kenaikan iuran BPJS menyebabkan daya beli masyarakat jatuh dan memberatkan jika dihitung dengan jumlah anggota keluarga. Mereka menyebut iuran BPJS buruh besarnya 5 persen dari upah, dimana 4 persen dibayar pengusaha dan 1 persen oleh buruh.
"Jadi jangan dipikir setiap tahun tidak ada kenaikan dan kemungkinan akan terjadi migrasi kepesertaan dari kelas I ke kelas II atau III. Padahal jaminan kesehatan seharusnya tanggungjawab negara seperti amanat UU 1945," pungkasnya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini