"Data kita, dari total 40 ribu hektare lahan (produktif) di Sragen, hingga kini sudah 13 ribu (hektare) lahan dalam kondisi bero. Jumlah ini bisa bertambah, jika tidak segera turun hujan dalam waktu dekat," terang Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sragen, Ekarini Mumpuni Titi Lestari, saat dihubungi detikcom, Jumat (9/8/2019).
Bero merupakan istilah yang digunakan warga Sragen bagi lahan yang menganggur karena tak dialiri air.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Luasnya lahan pertanian yang menganggur ini disebabkan para petani khawatir jika mereka memaksakan menanam justru akan gagal panen. Sehingga lahan dibiarkan menganggur untuk mengantisipasi kerugian," jelasnya.
Akibat musim kemarau, lanjut Eka, para petani kini tak lagi bisa mengandalkan pasokan air dari saluran irigasi. Sementara beberapa tampungan air seperti waduk dan embung yang tersebar di berbagai wilayah di Kabupaten Sragen, debit airnya semakin menipis. Waduk Botok di Kecamatan Kedawung misalnya, kini bahkan sudah mengering sehingga tidak lagi bisa menyuplai air bagi pertanian.
"Kami berharap petani tidak memaksakan untuk menanam padi di lahannya, demi mengurangi potensi gagal panen. Tanaman palawija bisa jadi alternatif terbaik, karena tidak memerlukan banyak pasokan air," ujar Eka.
Dinas Pertanian Sragen kini menggencarkan penyuluhan kepada petani, agar mau menanam palawija di masa tanam ketiga ini. Pasalnya masih banyak petani yang nekat menanam padi meskipun pasokan air mulai tersendat.
"Masih sedikit petani yang melirik palawija, karena mungkin dirasa kurang menguntungkan. Banyak yang masih memaksakan menanam padi dengan harapan hujan akan segera turun. Ini menjadi PR kami untuk memberikan edukasi, agar tidak terjadi gagal panen," pungkasnya. (sip/sip)