Menurut pamannya, Husin Baraja, Faiz dihubungi pihak Kedutaan Besar Arab Saudi sekitar dua pekan yang lalu. Keponakannya itu diminta menyerahkan berkas-berkas, seperti paspor dan kartu identitas.
"Baru dua pekan kemarin dihubungi, ternyata disuruh mengumpulkan berkas untuk berangkat haji," kata Husin saat ditemui di Masjid Marwah, Semanggi, Pasar Kliwon, Solo, Senin (5/8/2019).
Husin mengaku tidak mengetahui alasan pemerintah Arab Saudi memilih keponakannya. Bahkan menurutnya, Faiz pun tidak pernah mendaftarkan diri agar diundang Raja Salman.
![]() Masjid di kompleks Ponpes Markaz Iqro, Solo. Foto: Bayu Ardi Isnanto/detikcom |
"Itu kan semacam survei, siapa saja yang kira-kira layak. Jadi ya tidak menyangka terpilih," kata dia.
Sehari-hari, kegiatan Faiz ialah berdakwah dari masjid ke masjid. Dia merupakan salah satu imam dan pendakwah di Masjid Marwah.
Usianya masih muda, yakni 30 tahun. Faiz merupakan lulusan Pondok Pesantren Isy Karima, Karanganyar dan salah satu universitas di Yaman.
"Beberapa tahun tinggal di Yaman, lalu pulang ke sini, menikah, kemudian balik lagi ke Yaman. Belajar di sana sekitar 4,5 tahun," ujarnya.
Sepulang dari Yaman, putra dari pasangan Ja'far Baraja dan Annisah itu mengamalkan ilmunya dengan mengajar di tempat sekolahnya dulu, Isy Karima. Selain itu, dia juga merintis pondok pesantren bernama Markaz Iqro di Jeruk Sawit, Gondangrejo, Karanganyar.
Salah satu takmir Masjid Marwah, Tri Setyanto, menyebut Faiz Baraja sebagai sosok yang bersahaja dan berwibawa. Kepada sesama masyarakat pun selalu menunjukkan sikap ramah.
"Saat berdakwah pembawaannya santai, tidak keras. Meskipun masih muda, beliau pantas menjadi panutan," ungkapnya.
"Kalau di Masjid Marwah, beliau seringkali membahas kajian tentang dosa-dosa besar. Sering juga mengisi kajian umum di masjid lain, seperti di Masjid MUI Semanggi," katanya.
Salah satu pengurus Ponpes Markaz Iqro, Muhammad, mengatakan Faiz merintis pondok tersebut bersama kawannya sejak empat tahun yang lalu. Berawal dari sebuah masjid, Faiz mengembangkannya menjadi sebuah pondok pesantren.
"Awalnya hanya masjid, kemudian berkembang menjadi pesantren. Beliau paling tidak seminggu sekali mengisi kajian di sini," kata Muhammad saat ditemui di Ponpes Markaz Iqro.
Saat ini ponpes tersebut menampung 40 santri yang dibagi dalam tiga kelas. "Ini masih rintisan dan akan terus dikembangkan," pungkasnya. (bai/sip)