Sejumlah fasilitas ditambahkan di PN Semarang untuk peningkatan akreditasi dari B menjadi A. Namun Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) terbatas sehingga dicari tambahan.
Dalam sidang pemeriksaan saksi sekaligus terdakwa di Pengadilan Tipikor Semarang, Lasito mengatakan uang yang digunakan untuk peningkatan akreditasi sekitar Rp 150 juta. Selain itu digunakan juga untuk biaya akomodasi ketua PN Semarang saat itu, Purwono Edi Santosa untuk menerima penghargaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Uang itu juga dipakai akomodasi ketua saat pengambilan penghargaan di Makassar," imbuhnya.
Seorang kontraktor bernama Rahadian Prananda saat datang sebagai saksi menyebut dirinya menangani sebagian item yang tidak masuk DIPA PN, yaitu gapura besi, stiker, rambu-rambu, gazebo, dan banner.
![]() |
"Seingat saya, total semua pengerjaan itu kira-kira Rp 22 juta hingga Rp 25 juta. Tapi saya tidak tahu persisnya," kata Prananda Selasa (23/7).
Dari pantauan siang ini di PN Semarang, fasilitas yang disebutkan oleh Prananda masih terpasang dan dimanfaatkan. Dari halaman, gapura besi menjadi akses keluar masuk ke halaman bagian dalam.
Kemudian ada rambu-rambu sebagai penunjuk arah sehingga memudahkan pengunjung. Dan ada Gazebo di dekat Masjid yang digunakan untuk ruang mediasi terbuka dan ruang merokok.
Untuk banner, banyak tersebar di sejumlah titik dan rata-rata berisikan imbauan. Salah satunya di lobi ada banner bertuliskan "Hasil Korupsi Bukan Rezeki".
![]() |
Humas PN Semarang, Eko Budi mengatakan Akreditasi A diperoleh bulan November 2017. Sedangkan DIPA hanya cukup untuk pemeliharaan gedung PN dan Tipikor, halaman, pagar, dan rumah dinas.
"DIPA untuk pemeliharaan gedung, PN dan Tipikor, halaman, pagar, rumah dinas. Jumlah sekitar Rp 220 jutaan," kata Eko kepada detikcom.
Untuk diketahui, Bupati Jepara, Marzuqi dalam sidangnya membeberkan alasan dia menyuap Lasito. Ia memang ingin menggugurkan status tersangkanya lewat praperadilan dalam perkara penyalahgunaan dana bantuan politik (banpol) untuk PPP Kabupaten Jepara 2011 dan 2012 sebesar Rp 75 juta.
"Proses Praperadilan saya lakukan karena status tersangka saya ini tidak jelas. Suratnya (penetapan tersangka) juga tidak ada. Padahal waktu itu menjelang Pilkada, saya harus mencari kejelasan untuk bisa mendaftar calon kepala daerah," kata Marzuqi.
Marzuqi menyerahkan uang tersebut melalui penasihat hukumnya di rumah Lasito di Solo. Uang suapnya yaitu Rp 500 juta dan uang dalam bentuk dolar AS yang nilainya USD 16 ribu yang dikemas dalam kotak bandeng presto.
Simak Juga 'Alasan Narkoba Jenis Sabu Jadi 'Favorit' di Indonesia':
(alg/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini