Panitia acara Gumbregan, Wakidi menjelaskan, bahwa tradisi Gumbregan sudah menjadi agenda tahunan di Dusun Blimbing. Dalam tradisi tersebut, warga berduyun-duyun datang ke Balai Dusun Blimbing sembari membawa makanan yang berasal dari hasil bumi.
"Selain itu warga juga membawa ketupat, nantinya hasil bumi dan ketupat itu ditata hingga menyerupai gunungan," ucapnya saat ditemui di Balai Dusun Blimbing, Desa Karangrejek, Kecamatan Wonosari, Gunungkidul, Selasa (18/6/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Makanan (hasil bumi dan ketupat) hasil rayahan itu ada yang langsung diberikan ke hewan ternak yang dibawa ke Balai Dusun (Blimbing). Terus ada juga ada yang pilih membawanya pulang untuk pakan hewan ternaknya," katanya.
![]() |
Pelibatan hewan ternak dalam tradisi Gumbregan sebagai wujud syukur para petani yang telah mendapatkan manfaat dari keberadaan hewan ternak. Pemanfaatan hewan ternak yang dimaksud seperti untuk membajak sawah dan menjualnya ke pasaran.
"Kalau maksud hewan ternak diberi makanan seperti ketupat itu agar hewan ternak milik petani bisa beranak pinak setelah Gumbregan ini," katanya.
"Selain sebagai bentuk syukur, ini (Gumbregan) juga sebagai permohonan maaf para petani, karena saat membajak (sawah) kadang jalannya sapi kurang cepat dan dipukul (petani) pakai pecut. Apalagi hewan ternak kan juga makhluk ciptaan Tuhan, dan sesama makhluk hidup dilarang saling menyakiti," imbuh Wakidi.
Wakidi menambahkan, tradisi Gumbregan tidak hanya dapat diikuti oleh warga Dusun Blimbing saja. Namun warga dari liar desa juga dapat berpartisipasi dalam tradisi tersebut.
"Karena keberadaan tradisi ini juga untuk meningkatkan guyub rukun antar masyarakat," pungkasnya.
Baca juga: Lebaran Sapi di Boyolali |
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini